REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok resmi menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero). Sejumlah pertanyaan muncul pascapelantikan, salah satu mengapa mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak menjadi Direktur Utama (Dirut) Pertamina.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan Kementerian BUMN memerlukan figur pendobrak dalam mengawasi tugas direksi Pertamina. Kata Arya, Ahok memiliki kemampuan dalam melakukan pengawasan di Pertamina agar lebih bersih.
"Kita butuh orang yang punya kemampuan di pengawasan," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11).
Arya menambahkan, posisi direksi Pertamina tetap memerlukan orang-orang yang memiliki pemahaman dalam bidang bisnis minyak dan gas bumi. "Kita butuh juga direksinya yang paham bisnisnya," ucap Arya.
Menteri BUMN Erick Thohir telah memberikan sejumlah tugas kepada Ahok di Pertamina. "Tugas yang diminta Pak Erick bagaimana supaya Pertamina bisa mengurangi impor minyak dengan berbagai cara apakah membuat kilang," kata Arya.
Tak hanya mengurangi impor, lanjut Arya, Erick juga meminta Ahok mendorong Pertamina melakukan percepatan dalam sektor pengembangan energi baru terbarukan (EBT). "Mengembangkan B30 atau mengembangkan EBT, intinya mengurangi impor BBM," lanjut Arya.
Kementerian BUMN, sambung Arya, menaruh harapan besar terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Sebagai komut, kata Arya, Ahok memiliki kewenangan penuh dalam melakukan pengawasan di internal Pertamina.
"Kata Pak Erick, Pak Ahok di sana sebagai ketua kelas komisaris untuk melakukan pengawasan dan rencana strategis," tuturnya.