Senin 18 Nov 2019 17:13 WIB

Pasokan Ditambah, Solar Subsidi Dinilai Masih Kurang

Organda Tasikmalaya menyebut masih terjadi pembatasan pembelian solar di SPBU.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah truk diparkir saat menunggu pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di SPBU (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Sejumlah truk diparkir saat menunggu pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di SPBU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Penambahan pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi di berbagai daerah Indonesia dinilai belum berdampak signifikan di wilayah Priangan Timur. Organisasi Angkutan Daran (Organda) menyebut masih terjadi pembatasan pembelian solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk kendaraan angkutan.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Kabupaten Garut, Yudi Nurcahyadi mengatakan, hingga Ahad (17/12) malam masih terjadi antrean kendaraan angkutan di beberapa antrean kendaraan yang ingin mengisi BBM jenis solar subsidi di beberapa SPBU di wilayahnya. Meski Pertamina telah menambah pasokan solar subsidi, realisasi di lapangan belum berdampak signifikan.

Baca Juga

"Semalam di SBPU Cisurupan, antrean masih terjadi. Jadi belum begitu terasa penambahannya," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (18/11).

Menurut dia, berdasarkan hasil rapat dengan Organda dan Himpunan Wirausaha Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) se-Priangan Timur, solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mencampur solar subsidi dengan jenis BBM lainnya, seperti Dexlite dan Pertamina Dex. Namun, lanjut dia, hal itu tentu saja memberatkan pengusaha angkutan.

Ia menambahkan, pengusaha saat ini berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi keberatan dengan pencampuran BBM subsidi dengan nonsubsidi. Di sisi lain, mereka tak bisa dengan seenaknya menaikan tarif angkutan.

Ia mencontohkan, harga BBM jenis solar subsidi berada di kisaran Rp 5.000 per liter. Sementara harga BBM jenis Dexlite mencapai dua kali lipatnya. 

"Pengusaha angkutan bisa saja menaikkan tarif angkutan, tapi nanti pengguna jasa berkurang. Yang terdampak juga akhirnya masyarakat," kata dia.

Ia menambahkan, Organda se-Priangan Timur sudah bersepakat untuk melakukan aksi ke jalan, jika pasokan BBM jenis solar tak kembali normal hingga Desember. 

"Sekarang memang sudah ditambah pasokannya, tapi tetap saja belum normal," kata dia.

Sementara itu, Ketua DPC Organda Kota Tasikmalaya, Irwan Nurkomara mengatakan, sejak adanya penambahan pasokan BBM jenis solar subsidi dari Pertamina, belum ada keluhan lanjutan dari pengusaha angkutan. Namun, pihaknya akan memantau kondisi sebenarnya di lapangan.

"Tinggal kita lihat saja realisasinya di lapangan seperti apa," kata dia. 

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) III memastikan pasokan BBM Biosolar di wilayah Priangan Timur dalam kondisi aman. Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami mengatakan, stok Biosolar di Terminal BBM) Tasikmalaya yang memasok SPBU di wilayah Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Pangandaran berada dalam kondisi aman. Demikian juga untuk pasokan SPBU di wilayah Garut yang berasal dari Fuel Terminal Bandung Group.

Pertamina bahkan melakukan pemantauan penyaluran solar dari Fuel Terminal hingga ke SPBU selama 24 jam, seiring dengan diaktifkannya Satuan Tugas Natal dan Tahun Baru (Satgas Nataru) mulai 15 November 2019. Menurut dia, sampai saat ini pasokan BBM terutama untuk jenis Biosolar aman. Bahkan, pada Sabtu (16/11) sudah meningkatkan penyaluran lebih dari 20 persen dari penyaluran bulan Oktober.

"Solar tersedia dan cukup. Kami melaukan peningkatan pasokan ke seluruh daerah, Bahkan untuk Priangan Timur sampai 27 persen naiknya," kata dia.

Ia mengimbau masyarakat untuk menggunakan Biosolar sesuai alokasinya. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014‎, Biosolar hanya ditujukan bagi rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement