Jumat 11 Oct 2019 14:13 WIB

Investasi Rp 50 Triliun Terhambat karena Mafia Tanah

Pembangunan pabrik petrokimia di Banten terhalang soal pembebasan lahan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menyebutkan praktik mafia tanah telah menghambat kegiatan pembangunan pabrik petrokimia milik PT Lotte Chemical Indonesia di Provinsi Banten. Padahal, Lotte Chemical akan menggelontorkan investasi Rp 50 triliun untuk pembangunan pabrik tersebut.

"Dalam kasus di Banten itu bisa menghambat paling sedikit Rp 50 triliun dan dampaknya luar biasa. Di atas HPL (hak penggunaan lahan), yang dikuasai sejak tahun 1960-an oleh PT Krakatau Steel, tiba-tiba diklaim hak milik seseorang," kata Sofyan pada konferensi pers di Kementerian ATR/BPN Jakarta, Jumat (11/10).

Baca Juga

Sofyan menjelaskan bahwa selain menghambat investasi, pada beberapa kasus lainnya mafia tanah juga telah merugikan masyarakat dan mengeruk keuntungan hingga Rp 200 miliar.

Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Harta Benda Polda Banten AKBP Sofwan Hermanto menyebutkan bahwa setidaknya ada 10 perkara soal sengketa tanah yang diungkap oleh Polda Banten sepanjang Oktober 2018 sampai Oktober 2019. Salah satu kasus yang menjadi prioritas untuk diungkap adalah pemalsuan dokumen warkah (sertifikat tanah) dan mengklaim bahwa oknum mafia tanah memiliki HPL atas tanah Krakatau Steel.

Kemudian, surat tersebut dikirimkan kepada Lotte Chemical Indonesia dengan tembusan ke Presiden, Kementerian ATR, Gubernur Banten, Kapolri dan Kapolda Banten. Surat tersebut berisi agar pihak Lotte tidak melakukan aktivitas dan transaksi jual beli.

"Akibat enam surat yang beredartersebut, dan diterbitkan ke sejumlah instansi dan perusahaan, sehingga mengganggu kegiatan pembangunan di wilayah Banten, dan mengganggu investasi dari Lotte Chemical senilai kurang lebih Rp50 triliun," kata Sofwan.

Oleh karena itu, Kementerian ATR berupaya untuk menyelesaikan persoalan tanah secara sistematik, seperti mempercepat pendaftaran tanah. Pada 2018, pemerintah telah menerbitkan sertifikat tanah sekitar sembilan juta hektare, kemudian ditargetkan mencapai 10 juta hektare pada 2019.

Presiden Joko Widodo menargetkan pendaftaran tanah dapat selesai seluruhnya pada 2025.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement