Rabu 09 Oct 2019 16:05 WIB

Proyek DME Pranap Berpotensi Pindah Lokasi ke Tanjung Enim

Fasilitas infrastruktur yang ada di Tanjung Enim jauh lebih siap

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
HILIRISASI BATU BARA: Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) dan Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kiri) didampingi Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin (ketiga kiri) melihat hasil konversi batubara berupa Dimethyl Ether (DME) sebagai subtitusi LPG, urea sebagai pupuk dan polypropylene sebagai bahan baku plastik pada pencanangan hilirisasi batubara oleh PTBA di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Ahad (3/3)
Foto: ANTARA FOTO/Feny Selly
HILIRISASI BATU BARA: Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) dan Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kiri) didampingi Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin (ketiga kiri) melihat hasil konversi batubara berupa Dimethyl Ether (DME) sebagai subtitusi LPG, urea sebagai pupuk dan polypropylene sebagai bahan baku plastik pada pencanangan hilirisasi batubara oleh PTBA di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Ahad (3/3)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bukit Asam dan PT Pertamina (Persero) masih melanjutkan pembahasan pembangunan proyek Dimethyl Ether atau DME. Proyek hilirisasi batubara yang semula akan dibangun di Pranap ini rencananya akan direlokasi ke Tanjung Enim berdekatan dengan proyek serupa yang dijalankan PTBA bersama Candra Asri.

Direktur Utama PTBA, Arviyan Arivin menjelaskan saat ini antara PTBA dan Pertamina sedang mematangkan proses pembentukan JV atau perusahaan patungan yang akan menjalankan proyek ini. Namun, dari perhitungan keekonomian yang sudah dilakukan dua perusahaan BUMN ini, lokasi Tanjung Enim dinilai lebih ekonomis karena kesiapan infrastruktur.

Baca Juga

"Kita lagi kaji, apakah mau tetap di Pranap atau kita akan relokasi ke Tanjung Enim. Karena saat ini dari segi infrastruktur Tanjung Enim jauh lebih siap dan secara keekonomian sudah lebih mudah dihitung," ujar Arviyan saat ditemui di JCC, Rabu (9/10).

Arviyan menjelaskan fasilitas infrastruktur yang ada di Tanjung Enim jauh lebih siap dilihat dari ketersediaan listrik, ketersediaan lahan dan jalan serta ketersediaan air.

"Jadi ada kemungkinan di Tanjung Enim ada dua proyek. Mungkin kita akan tetap bangun di Pranap, tapi menunggu kesiapan infrastrukturnya. Nanti apabila memang akan pindah ke Tanjung Enim, pelan pelan di Pranap juga kita kembangkan," ujar Arviyan.

Ditemui di tempat yang sama, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan saat ini selain mematangkan JV atau perusahaan patungan tersebut, kedua BUMN juga secara paralel membahas seperti apa design dari pabrik hiliirsasi batubara ini.

"Kita sedang mematangkan design. Kita juga sedang melakukan pemilahan teknologi," ujar Nicke.

Soal potensi pindah wilayah, kata Nicke Pertamina ikut saja atas keputusan PTBA. Katanya, dua perusahaan juga masih terus menghitung angka keekonomian proyek ini.

"Saya belum tahu persisnya bagaimana. Tapi semua memang masih dalam tahap kajian baik yang di Pranap maupun di Tanjung Enim. Mana yang terbaik itu yang kita kerjakan lebih dulu," ujar Nicke.

Proyek gasifikasi atau proyek hilirisasi ini akan mengubah batu bara kalori rendah menjadi dimethyl ether (DME). DME akan digunakan sebagai substitusi LPG sehingga mengurangi ketergantungan pada impor LPG.

Proyek di tambang peranap akan mulai berproduksi pada 2023 dengan konsumsi batu bara sebesar 8,7 juta ton. Sementara itu, tambang Tanjung Enim mengonsumsi batu bara mencapai 8,1 juta ton mulai 2022. Untuk bisa menyelesaikan proyek ini, PTBA mengaku menyediakan dana sebesar Rp 5,46 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement