REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kementerian Pertanian meminta pemerintah kota dan kabupaten untuk mulai sadar pengelolaan data komoditas hortikultura, khususnya cabai yang kerap berfluktuasi dari segi harga. Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto, mengatakan, pihaknya meminta agar setiap daerah menerapkan pelaporan data satu bulan lebih cepat.
"Kita monitor data tanam dan panen yang dilaporkan oleh mantri tani. Kita sekarang meminta pelaporan B-1. Misal tanam dan panen bulan September, data prediksi harus ada sebulan sebelumnya," kata kata Prihasto saat ditemui di Tangerang, Banten, Jumat (4/10).
Prihasto mengatakan, pelaporan berupa data prediksi yang lebih cepat akan memudahkan kerja pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan kontrol pasar. Sejauh ini, Kementan telah memetakan kawasan pertanaman untuk 10 komoditas hortikultura sejak tiga bulan yang lalu. Salah satunya, cabai.
Namun, setelah pemetaan dilakukan, ia mengaku hal itu harus didukung dengan pengelolaan data yang lebih akurat dan cepat. Butuh peran aktif pemerintah daerah untuk bisa memperbaiki tata niaga cabai secara nasional.
Dengan pemetaan kawasan dan ketersediaan data yang lengkap, sentra-sentra yang terdapat di setiap kota dan kabupaten bisa bertanggung jawab terhadap kebutuhan setempat. Jika terdapat kekurangan, antar daerah terdekat bisa saling menutupi kekurangan.
"Jadi ketika luas tanam, luas panen semua masuk lebih cepat. Kita bisa melakukan pemetaan pasokan. Mana yang plus dan minus. Daerah yang kekurangan akan kita peringatkan karena dia bisa mengalami lonjakan inflasi," ujar dia.
Prihasto mengatakan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementan, pihaknya berkewajiban membenahi sistem produksi. Namun, berkaitan dengan tata niaga maupun industrialisasi cabai sendiri, merupakan tupoksi dari kementerian dan lembaga terkait.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera membentuk kawasan klaster komoditas hortikultura khususnya cabai dengan berbasis potensi daerah. Sistem klaster dianggap menjadi solusi konkret untuk mengatasi masalah fluktuasi harga dan pasokan cabai di Indonesia.
Sebelumnya, Komite Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mendorong pemerintah untuk membentuk klaster kawasan cabai. Dengan cara itu, pemerintah dapat menjaga ketersediaan pasokan secara berkelanjutan dan pemasaran yang tepat.
Menurut Kadin, swasta bisa menjadi off taker dengan membuat pilot project pelaksanaan klaster. Sebab, industri swasta yang membutuhkan cabai sebagai bahan baku produknya sudah sejak lama melakukan kemitraan langsung dengan petani. Pola-pola semacam itu perlu diperluas agar sektor pertanian hortikultura khususnya cabai dapat lebih tertata dan menyejahterakan petani.
Merespons itu, Prihasto menilai bahwa pemetaan kawasan sentra cabai sejalan dengan klaster kawasan cabai. Ia pun mendorong keterlibatan aktif peran swasta untuk membenahi tata niaga cabai di Indonesia. Asalkan, dengan catatan pelaku usaha melibatkan penuh para petani agar kesejahterannya meningkat.