REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pada Sabtu (14/9) pagi waktu setempat, dua fasilitas minyak milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang pesawat drone. Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco kehilangan sekitar 5,7 juta barel hasil produksi harian atau setara dengan 50 persen dari pasokan minyak global.
Menanggapi kejadian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan memantau perkembangan kinerja neraca perdagangan terutama neraca migas. Hal ini mengingat neraca migas Indonesia masih mengalami defisit hingga bulan lalu.
“Kita lihat setiap bulan perkembangan dari pasar regional, pasar global apa yang menimbulkan faktor positif dan seterusnya maka kita lihat trennya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (17/9).
Menurutnya pasokan minyak mentah dari Arab Saudi diprediksi berdampak pada negara-negara yang selama ini mendapat suplai minyak termasuk Indonesia.
“Sudah terlihat harga minyak meningkat tinggi hanya dalam sehari. Nanti kita lihat apakah dampak ini bersifat permanen atau sementara,” jelasnya.
Sri Mulyani menyebut melonjaknya harga minyak mentah dunia merupakan bukti adanya faktor ketidakpastian dari perekonomian global. Mulai dari kebijakan pemerintah negara-negara lain terkait isu politik, geopolitik, hingga kasus serangan drone kepada pabrik minyak yang memengaruhi pasokan minyak mentah dunia
“Geopolitik dan terutama politik global banyak menimbulkan munculnya ketidakpastian,” ucapnya.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent melejit 8,8 dolar AS atau 14,6 persen menjadi 69,02 dolar AS per barel. Lonjakan tersebut merupakan lonjakan harian terbesar setidaknya sejak 1988.
Meski melonjak, namun harga minyak mentah itu masih di bawah asumsi ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yakni 70 dolar AS per barel. Pada Agustus 2019, ICP tercatat sebesar 57,26 dolar AS per barel turun 4,05 dolar AS per barel dari bulan sebelumnya.