Selasa 17 Sep 2019 13:54 WIB

Pemerinta Diminta Waspadai Dampak Serangan Kilang Saudi

Harga minyak mentah diprediksi bisa melonjak hingga 80 dolar AS per barel

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).
Foto: U.S. government/Digital Globe via AP
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan serangan terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco akan berdampak pada kondisi di Indonesia. Menurut Marwan, besar-kecilnya dampak kejadian di Saudi Aramco terhadap Indonesia tergantung perkembangan geopolitik di dunia internasional, terutama Timur Tengah.

"Dampaknya ke Indonesia ialah kenaikan harga minyak dunia hingga harga BBM," ujar Marwan saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Kemungkinan pertama, tensi konflik hanya berkutat pada Arab Saudi dengan Iran yang dinilai dampaknya tidak terlalu besar. Namun, lanjut Marwan, tensi bisa semakin meruncing tatkala Amerika Serikat (AS) dan sekutu ikut terlibat dalam kondisi geopolitik yang terjadi di timur tengah. 

"Sekarang (harga minyak dunia) sudah naik 10 persen, kemarin sempat turun satu koma sekian persen, kita belum tahu bagaimana sikap (Donald) Trump (Presiden AS)," ucap Marwan.

Marwan berpandangan sikap Trump menjadi penting lantaran dapat menurunkan atau justru meningkatkan eskalasi tensi yang mulai memanas di timur tengah. Apabila tensi semakin meningkat, Marwan memprediksi harga minyak mentah bisa melonjak hingga mencapai 70 dolar AS per barel hingga 80 dolar per barel.

Kondisi ini tentu akan merugikan Indonesia. Marwan menyebut produksi minyak Indonesia hanya sekira 700 ribu barel per hari atau lebih rendah dari konsumsi minyak sebesar 1,5 juta barel per hari hingga 1,6 juta barel per hari.

"Lebih dari setengahnya itu kita impor. Oleh karena itu, kita perlu siapkan uang lebih banyak (untuk impor), artinya membuat harga BBM dalam negeri dinaikan apalagi pemilu sudah usai," lanjut Marwan.

Marwan menilai tata kelola pemerintah dalam subsidi sektor energi sudah salah sejak lama. Menurut Marwan, subsidi BBM selama ini berlangsung tidak tepat sasaran. Sementara kenaikan harga BBM tidak dilakukan dengan pertimbangan politik lantaran pemilihan umum (pemilu).

"Buat saja BBM itu sesuai harga pasar dengan ada jaminan sistem untuk subsidi yang tepat sasaran. Kalau seperti sekarang ini, negara mengeluarkan uang untuk subsidi orang-orang yang mampu lebih banyak," kata Marwan.

Marwan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak sekadar mengeluarkan kebijakan populis yang pada akhirnya justru menyengsarakan rakyat.

"Presidennya banyak janji, kebijakannya dicitrakan bagus tapi rusak secara sistemik karena dia tidak menaikan harga BBM, subsidi tidak tepat sasaran, sementara energi baru terbarukan tidak dikembangkan akibatnya kita alami defisit perdagangan, ujung-ujungnya rupiah terus terdepresiasi, artinya yang kena kita semua," ungkap Marwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement