Jumat 13 Sep 2019 01:03 WIB

Rudiantara: Belanja Indonesia untuk Sektor TIK Masih Rendah

Nilai ekonomi digital Indonesia pada 2020 dapat mencapai 130 miliar dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Menkominfo Rudiantara (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja gabungan bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menkominfo Rudiantara (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja gabungan bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2020 dapat mencapai 130 miliar dolar AS. Artinya, kontribusi sektor ini dapat mencapai 11 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang tahun depan diproyeksikan di angka Rp 1,1 triliun.

Rudiantara menilai angka tersebut menunjukkan perkembangan luar biasa. Hanya saja, permasalahannya saat ini adalah infrastruktur yang dapat menunjang ekonomi digital masih tertinggal dibanding dengan negara lain di kawasan ASEAN. “Kita di belakang Singapura, Malaysia dan Thailand,” ujarnya dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (12/9).

Penyebab utamanya, kondisi geografis Indonesia yang kepulauan. Kondisi ini berbeda dengan Thailand dan Malaysia, sehingga mereka akan lebih mudah ketika membangun infrastruktur, termasuk ‘menarik’ kabel jaringan internet.

Ketertinggalan infrastruktur itu tidak dapat terlepas dari pengeluaran untuk pembangunan di sektor teknologi, informasi dan komunikasi (ICT) masih minim. Rudiantara menyebutkan, nilainya hanya 0,1 persen dari PDB.

Nilai itu jauh dibanding dengan Malaysia yang mencapai 0,6 persen dengan posisi pendatan per kapita mereka yang dua kali lebih tinggi.  Artinya, Rudiantara menekankan, belanja Malaysia untuk infrastruktur ICT enam kali lebih banyak dibanding dengan Indonesia. "Jadi, kita memang jauh betul," tuturnya.

Sebagai negara kepulauan, membangun infrastruktur di Indonesia memang bukan pekerjaan mudah. Rudiantara mengatakan, kondisi ini juga yang membuat para operator belum menyanggupi untuk ikut membangun. Mereka tidak menjadikannya sebagai prioritas karena memang tidak 'visible' secara bisnis.

Oleh karena itu, Rudiantara mengatakan, pemerintah membuat konsep tol langit atau palapa ring. Meski sudah direncanakan sejak 2005, realisasinya baru terjadi pada pemerintahan sekarang melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Di sisi lain, Rudiantara menambahkan, pemerintah tetap mendorong swasta untuk berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur ICT. Sebab, peranan pemerintah saat ini baru terbatas pada 0,1 persen dari PDB. "Kita harus kreatif dituntut menstruktur ini, melalui skema KPBU," katanya.

Tidak hanya infrastruktur, sumber daya manusia juga masih menjadi tantangan Indonesia untuk memanfaatkan potensi ekonomi digital. Rudiantara menjelaskan, Indonesia membutuhkan lebih dari 9 juta digital talent untuk 'dipompa' ke industri hingga 2030. Artinya, rata-rata dibutuhkan 600 ribu lebih pekerja yang mumpuni di sektor ini selama setahun.

Kebutuhan tersebut belum mampu terfasilitasi oleh institusi pendidikan Indonesia yang tidak pernah mendesain digital talent. Tapi, kini beberapa perusahaan telah membuat akademi sendiri yang sudah ditunjang kurikulum berkualitas. "Kita juga coba tiru ini, kita fasilitasi 25 ribu talent untuk mendapat pendidikan skill, bukan knowledge," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement