REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan kepada kementerian terkait untuk merevisi lebih dari 72 undang-undang. Tujuannya, mendorong pertumbuhan investasi yang selama ini masih menjadi tantangan besar bagi perekonomian Indonesia.
Luhut menjelaskan, proses omnibus law diperkirakan akan dilaksanakan dalam kurun waktu sebulan. Regulasi yang akan direvisi adalah berbagai peraturan yang saling tumpang tindih dan berpotensi menghambat pertumbuhan investasi.
"Dengan omnibus law, kita ingin selesaikan," ujarnya usai diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Regulasi yang dituju adalah peraturan yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Sebab, menurut Luhut, banyak regulasi di Indonesia yang dibuat sejak zaman penjajahan Belanda maupun era 1970an hingga 1990an. Dampaknya, keberadaan payung hukum ini tidak compatible dengan situasi ekonomi terkini.
Luhut berharap, proses omnibus law dapat berlangsung cepat agar bisa segera efektif mendorong pertumbuhan investasi. Saat ini, revisi sedang dikerjakan oleh Kantor Sekretariat Kabinet dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Revisi berbagai regulasi menghambat ini diproyeksikan mampu menciptakan ketidakpastian yang selama ini dikeluhkan banyak investor terhadap Indonesia. Bahkan, Luhut menambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan peraturan perizinan paling rumit se-ASEAN untuk investasi.
"Makanya, yang lain pada lari ke tempat lain," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perbaikan lingkungan dan eksoistem investasi melalui revisi perundangan yang dianggap memberatkan juga ditujukan untuk mendukung produktivitas dan peningkatan daya saing Indonesia. Dua poin ini juga yang akan membantu Indonesia secara bertahap mencapai visi menuju lima besar dunia pada 2045.
Sri menuturkan, banyak peraturan perundangan yang dihasilkan sejak zaman penjajahan Belanda dan kini belum mendapatkan pembaharuan. Bahkan, menurutnya, beberapa peraturan itu juga harus dihapus mengingat mindset saat itu berbeda dengan saat ini.
"Mindsetnya kolonial, bukan dalam rangka serve people atau memperbaiki lingkungan agar kesempatan kerja tercipta dan investasi terjadi," ucapnya.
Di sisi lain, Sri menambahkan, Indonesia juga masih memiliki tugas besar untuk memperbaiki kualitas birokrasi. Para birokrat tidak seharusnya sekadar bekerja dengan membuat kebijakan yang menyusahkan orang lain, melainkan memiliki visi untuk serve calon-calon investor.
Sri mengakui, reformasi birokrasi bukan pekerjaan mudah. Isu ini sudah sering muncul ke publik pada 15 tahun lalu dan masih relevan hingga saat ini. Meski kini beberapa perkembangan sudah terlihat, kecepatan perbaikan patut ditingkatkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan ekonomi.