Kamis 05 Sep 2019 16:58 WIB

Ekonom: Prospek Tiga Instrumen SBN Ritel Masih Positif

Target penjualan 10 SBN dinilai masih dapat dicapai.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan  Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Ditjen PPR Kemenkeu) Loto  Srinaita Ginting dalam peluncuran Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR008 di  Jakarta, Kamis (5/9).
Foto: dok. Biro Humas Kemenkeu
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Ditjen PPR Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting dalam peluncuran Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR008 di Jakarta, Kamis (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendi Manilet menilai, target penjualan 10 Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang berjumlah Rp 60 triliun sampai Rp 80 triliun sampai akhir tahun masih dapat tercapai. Sebab, prospek instrumen SBN ritel terbilang positif.

Yusuf mengatakan, data historis menunjukkan, ada peluang rally untuk pasar obligasi dari September hingga Desember, di samping spread antara inflasi dan yield obligasi juga relatif masih tinggi. Artinya, risiko investasi dari inflasi dibandingkan imbal bagi hasil relatif masih tinggi.

Baca Juga

"Sehingga, masih menguntungkan untuk investor SBN ritel," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/9).

Selain itu, Yusuf menambahkan, dukungan investor domestik masih cukup besar untuk SBN ritel. Hal ini seiring dengan potensi penurunan suku bunga ke depan oleh Bank Indonesia (BI) yang kemarin sudah sempat dilaksanakan sebanyak dua kali. 

Dengan berbagai faktor itu, Yusuf menilai, peluang untuk untuk mencapai target masih ada. Meskipun, sampai Agustus, tujuh instrumen SBN ritel yang sudah ditawarkan ke publik mampu terjual hingga Rp 38,3 triliun.

Namun, Yusuf menambahkan, apabila tidak mencapai target pun, pemerintah sudah lebih dulu mengamankan pembiayaan defisit. Yakni dengan strategi front loading atau menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dengan jumlah lebih banyak di awal tahun dan lebih sedikit pada akhir tahun.

Untuk pelaksanaan di tahun depan, Yusuf menekankan, pemerintah harus memperbaiki sejumlah hal. Di antaranya meningkatkan kerjasama dengan aplikasi investasi berbasis digital untuk menjual SBN ritel. "Misal, investor bisa langsung memesan tanpa harus mendaftar khusus untuk pelelangan SBN ritel," tuturnya.

Dengan cara ini, Yusuf berharap basis investor domestik bisa bertambah. Di luar sisi teknis tersebut, menjaga indikator makro ekonomi seperti inflasi dan suku bunga berada di level yang akomodatif, perlu terus dilakukan pemerintah. Tujuannya, untuk menjaga minat investor.

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerbitan tujuh instrumen SBN ritel sampai Agustus sudah mencapai Rp 38,3 triliun. Terbaru adalah penjualan Sukuk Tabungan (ST) seri ST005 yang terjual Rp 1,96 triliun. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menuturkan, pihaknya masih optimistis target tersebut dapat tercapai. "Kita masih on the track, targetnya Rp 60-80 triliun," ujarnya saat ditemui usai peluncuran Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR008 di Jakarta, Kamis (5/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement