Rabu 21 Aug 2019 07:07 WIB

Indonesia Bidik Akses Pasar Nontradisional di Afrika

Indonesia menjajaki akses pasar ke Zanzibar, Djibouti, Somalia, dan Uganda.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
peta afrika
Foto: mkalty.org
peta afrika

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bakal berupaya membuka akses pasar ke pasar non-tradisional, khususnya di kawasan Afrika. Pemerintah pun melakukan pertemuan bilateral kepada empat negara di kawasan tersebut.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan pertemuan bilateral dengan empat menteri dari kawasan Afrika yang hadir pada saat Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8). Keempat menteri tersebut berasal dari Djibouti, Zanzibar, Somalia, dan Uganda.

Baca Juga

"Dalam pertemuan ini, Indonesia dan Zanzibar sepakat untuk melakukan kajian guna mengidentifikasi potensi serta peluang dan tantangan perdagangan dan investasi dua-arah. Zanzibar ingin impor tekstil dan beras dari Indonesia dan mengundang Indonesia untuk membangun sektor pariwisata. Sedangkan dengan Djibouti disepakati untuk memulai proses joint feasibility study yang akan menjadi dasar penentuan bentuk kerja sama, apakah PTA, FTA atau CEPA," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (20/8).

Adapun total perdagangan Indonesia-Tanzania berdasarkan catatan Kemendag pada 2018 mencapai 334,70 juta dolar AS. Jumlah tersebut terdiri atas ekspor Indonesia ke Tanzania sebesar 263,20 juta dolar AS dan impor sebesar 71,50 juta dolar AS.

Produk ekspor utama Indonesia ke Tanzania antara lain kelapa sawit, pakaian wanita, kertas dan karton, serta mesin pengolahan mineral. Sedangkan produk impor utama Indonesia dari Tanzania antara lain cengkeh, kapas, tembakau yang belum diolah, serta tembaga murni dan paduan.

Sementara itu, total perdagangan Indonesia dengan Djibouti pada 2018 mencapai 211,46 juta dolar AS. Dari nilai tersebut, ekspor Indonesia tercatat sebesar 211,45 juta dolar AS dan impor mencapai 4 ribu dolar AS.

"Total perdagangan ini masih jauh dari yang diharapkan sehingga masih terbuka peluang yang sangat besar untuk meningkatkan perdagangan kedua negara. Djibouti memerlukan berbagai produk untuk pembangunan infrastruktur," kata Enggar.

Produk utama yang diekspor Indonesia ke Djibouti antara lain sabun, minyak kelapa sawit, kertas dan karton, buku tulis, serta margarin. Sedangkan produk-produk yang diimpor Indonesia dari Djibouti antara lain pakaian bayi dan aksesoris.

Penjajakan kerja sama dengan Djibouti, kata Enggar, sangat penting mengingat Djibouti merupakan salah satu anggota Common Market for Eastern and Southern Africa (COMESA). Sebagai catatan, COMESA terdiri dari 21 negara anggota di kawasan timur dan selatan Afrika.

Sedangkan pada pertemuan dengan Somalia, Enggar mengungkapkan Somalia memerlukan mitra untuk membangun perumahan karena baru saja pulih dari perang saudara yang diikuti dengan kembalinya diaspora Somalia yang memerlukan tempat tinggal baru. Selain itu, kata dia, kedua negara juga sepakat mendorong kerja sama B-to-B, termasuk forum bisnis, serta penjajakan kesepakatan dagang (business matching).

Dia menambahkan, saat ini Somalia telah memiliki 15 kantor perwakilan dagang atau agen pembelian di Indonesia. Somalia juga diproyeksi akan menjadi pintu masuk produk Indonesia ke Ethiopia dan Kenya.

Untuk meningkatkan perdagangan kedua negara, menurutnya, Indonesia dan Somalia sepakat mencari solusi permasalahan pembayaran transaksi perdagangan, termasuk mendorong kerja sama perbankan dan kemungkinan dilakukannya imbal dagang.

"Saat ini total perdagangan kedua negara tercatat 68,1 juta dolar AS yang didominasi ekspor Indonesia," ungkapnya.

Sedangkan dengan Uganda, Enggar mengatakan bahwa Uganra mengundang Indonesia untuk melakukan investasi di sektor sepatu kulit dan mengundang bank syariah Indonesia untuk membuka cabang dan beroperasi di Uganda. Selain itu, Uganda juga mengusulkan agar disediakan help desk untuk memfasilitasi produk-produk Indonesia ke Uganda.

Terkait perjanjian dagangnya, Uganda berjanji mendorong Council Minister of EAC untuk mengagendakan pembahasan terkait proposal Indonesia guna merundingkan PTA dengan EAC yang telah diusulkan pada bulan Juni 2017. "Melalui pertemuan bilateral ini, Indonesia meminta dukungan Uganda agar pembahasan PTA Indonesia-EAC dapat segera dimulai," ujarnya.

Menurut Enggar, upaya pembukaan pasar melalui perjanjian perdagangan internasional juga dapat mendorong perkembangan dunia usaha Indonesia menjadi lebih maju. Dengan adanya upaya penjajakan kerja sama, dunia usaha dinilai dapat terstimulus untuk mempersiapkan diri sebelum perjanjian dapat diimplementasikan.

Pada seluruh pertemuan bilateral tersebut, pihaknya mengundang semua pelaku usaha untuk hadir pada Trade Expo Indonesia ke-34 yang rencananya dilaksanakan pada 16-20 Oktober 2019 di BSD, Tangerang. Sebagai catatan, IAID digelar oleh Kementerian Luar Negeri pada 20-21 Agustus 2019 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali.

IAID merupakan tindak lanjut atas Indonesia-Africa Forum (IAF) yang telah dilaksanakan pada 10-11 April 2018 di Bali. IAID bertujuan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di benua Afrika, khususnya di bidang infrastruktur, untuk mendukung pergerakan barang dan jasa, serta mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Isu-isu lain yang dibahas selama IAID, yaitu energi, konektivitas, industri strategis, perdagangan, pariwisata, skema finansial, pertanian, infrastruktur sosial, dan kerja sama triangular.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement