Sabtu 17 Aug 2019 10:48 WIB

Pemerintah Turunkan Utang Rp 22 Triliun

Meski belanja tetap ekspansif, defisit anggaran tetap dipersempit dan utang turun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Konferensi pers bersama Rancangan Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara (RAPBN) 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8) sore.
Foto: Republika/Dedy Darmawan
Konferensi pers bersama Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menaikkan anggaran belanja negara pada tahun depan untuk mendukung pelaksanaan janji-janji Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Kenaikan belanja diikuti oleh kenaikan pendapatan dengan selisih yang lebih kecil. 

Dengan begitu, meski belanja tetap ekspansif, defisit anggaran tetap dipersempit dan diharapkan berdampak pada penurunan utang yang harus diambil tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerangkan, angka defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 diperkirakan sebesar Rp 370 triliun atau 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

Baca Juga

Defisit tersebut menurun dibanding perkiraan defisit anggaran tahun ini sebesar Rp 310,8 triliun atau 1,93 persen terhadap PDB. Untuk memenuhi defisit anggaran tersebut, pemerintah akan kembali melakukan pembiayaan utang sebesar Rp 351,9 triliun. Besaran utang tersebut turun Rp 22 triliun dari rencana pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 373,9 triliun. 

Sebagai catatan, pembiayaan utang selalu lebih besar daripada defisit anggaran. Utang salah satunya bisa diperoleh dari penerbitan surat berharga negara (SBN). Selain dengan pembiayaan utang, defisit anggaran tahun depan juga dipenuhi dari pembiayaan investasi Rp 74,2 triliun, pinjaman Rp 5,2 triliun, kewajiban penjaminan Rp 600 juta, serta pembiayaan lainnya Rp 25 triliun. 

"Strategi pembiayaan anggaran memperhatikan prinsip kehati-hatian degan mengendalikan rasio utang dalam batas aman," kata Sri dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (17/8). 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, komposisi utang domestik dan valas pada tahun depan harus dijaga. Efisiensi biaya utang serta pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif perlu ditingkatkan. Hal itu sekaligus merespons situasi ekonomi dunia yang mengalami perlambatan.

"Pelemahan ekonomi global menjadi tantangan kita. Kita harus mendukung untuk menetralisir pelemahan global ini," kata dia menambahkan. 

Dengan rancangan anggaran yang lebih efisien tersebut, pemerintah pun menargetkan pertumbuhan ekonomi 2020 harus naik ke angka 5,3 persen. Ia mengakui, target tersebut lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikeluarkan lembaga internasional. 

IMF dan Bank Dunia misalnya, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 5,2 persen. Hasil konsensus yang dikumpulkan pada bulan Mei lalu bahkan menyatakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,1 persen di tahun depan. Karena itu, pemerintah harus terus mewaspadai risiko yang akan terjadi satu tahun ke depan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement