REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengakui, regulasi investasi masih menjadi hambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk naik lebih cepat. Di antaranya dari segi pembatasan investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI).
Realisasi investasi asing langsung di Indonesia hanya 22,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2018. Angka tersebut lebih kecil dibanding dengan Filipina yang padahal tidak terlalu aktif dalam menarik FDI, yakni 25 persen.
"Sementara itu, Malaysia dan Vietnam masing-masing 43 persen dan 60 persen," tuturnya dalam sambutan Konsultasi Pusat Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 di Jakarta, Rabu (24/7).
Bambang menjelaskan, pembatasan FDI tersebut berdampak langsung pada perekonomian Indonesia. Dalam hal ini adalah mencegah terbentuknya bisnis baru di dalam negeri dan memperlambat dorongan ekspor. Dalam catatan Bappenas, pembatasan ini mengakibatkan Indonesia kehilangan delapan persen investasi berorientasi ekspor.
Dampak lainnya, Bambang menuturkan, upah tenaga kerja Indonesia jadi lebih rendah 15 persen dari yang seharusnya. Sebab, investasi memiliki hubungan erat dengan kemampuan perusahaan dalam mengadakan pelatihan dan pengembangan kualitas tenaga kerja.
Bagaimanapun, Bambang menjelaskan, hambatan itu harus segera diatasi, terutama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia masih membutuhkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) termasuk FDI. "Karenanya, upaya Indonesia untuk membuka investasi seluas mungkin jadi prioritas," katanya.
Bambang mengatakan, dampak signifikan dari investasi adalah penciptaan lapangan kerja. Tidak hanya di industri yang mendapatkan investasi tersebut, juga turunannya. Misal, investasi di manufaktur otomotif akan mendorong pengembangan usaha produksi suku cadang maupun komponen otomotif lain. Artinya, ada lapangan kerja baru di sub sektor ini.
Dengan dampak besar tersebut, Bambang menuturkan, prioritas pemerintah pusat maupun kalangan birokrasi lainnya kini adalah penciptaan lapangan kerja. "Kita harus memaksimalkan perluasan lapangan kerja dan diversifikasinya," ucapnya.
Bambang mengingatkan, perbaikan birokrasi harus terus dilakukan. Sebab, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), reformasi birokrasi saat ini belum menyentuh dari birokrasi itu sendiri, yaitu mempermudah dan memperlancar proses ekonomi nasional.
Saat ini, kondisi yang masih terjadi adalah penciptaan regulasi berlebihan atau penerapan regulasi yang kemudian mematikan semangat berinvestasi. Bambang menegaskan, berbicara reformasi birokrasi bukan sekadar mengejar tunjangan kinerja (tukin) atau poin, melainkan menjadikan birokrasi sebagai motor pertumbuhan ekonomi. "Bukan justru menghambat," tuturnya.