REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem bisnis sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia. Salah satunya dengan perbaikan birokrasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Ignasius Jonan meminta SKK Migas dapat memfokuskan pada perannya sebagai technical engineering.
“Kami ingin SKK Migas dapat lebih bertanggung jawab pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Migas. Jika birokrasi dapat juga diperbaiki maka Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa mudah beroperasi,” ujarnya saat acara Seminar Nasional ‘Memetakan Makna Risiko Bisnis dan Risiko Kerugian Negara di Bidang Migas’ di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Senin (22/7).
Menurut Jonan, semestinya peran SKK Migas dapat menyumbang efisiensi biaya hulu migas dari segi birokrasi. Semisal, persetujuan pengadaan barang dan jasa secara efisien.
“SKK Migas tidak usah lagi fokus mengurusi efisiensi biaya investasi dan operasional migas lagi,” ucapnya.
Apalagi, kata Jonan saat ini kontrak bagi hasil atau Producton Sharing Contract (PSC) beberapa wilayah kerja migas sudah beralih dari PSC berbasis cost recovery menjadi PSC dengan skema gross split. Tercatat, saat ini terdapat 90 wilayah kerja migas, sebanyak 21 diantaranya sudah menganut sistem PSC gross split dan sisanya menggunakan PSC cost recovery.
“Kami ingin peranan SKK Migas tidak lagi menentukan apakah kegiatan operasional itu efisien atau tidak. Kami justru membuat standar KKKS bisa hemat,” jelasnya.