Jumat 12 Jul 2019 19:07 WIB

Regulasi Insentif Maskapai tak Termasuk Penurunan PPN Avtur

Insentif hanya diberikan kepada jasa sewa, perawatan dan perbaikan pesawat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Calon penumpang pesawat antre di depan konter
Foto: ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Calon penumpang pesawat antre di depan konter "Check In" maskapai penerbangan Citilink di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (11/7/2019). Pemerintah resmi menurunkan tarif pesawat udara dalam bentuk diskon sebesar 50 persen dari Tarif Batas Atas (TBA) penerbangan berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) domestik untuk jadwal keberangkatan Selasa, Kamis dan Sabtu pada pukul 10.00-14.00.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, regulasi terkait insentif fiskal untuk maskapai penerbangan sudah masuk dalam tahap finalisasi. Kini, beleid yang bertujuan meningkatkan daya saing industri penerbangan tersebut tinggal menunggu penyelesaian proses administrasi sebelum dirilis. 

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan memastikan, pemerintah akan terus memantau perkembangan beleid tersebut. "Mudah-mudahan dapat segera terbit," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (12/7). 

Baca Juga

Kebijakan insentif tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Insentif fiskal yang diberikan pemerintah adalah tidak dipungutnya PPN terhadap beberapa poin. Yakni, meliputi jasa sewa, perawatan dan perbaikan pesawat udara, jasa sewa pesawat udara dari luar negeri serta atas biaya impor dan penyerahan atas pesawat udara dan suku cadangnya.  

Rofyanto mengatakan, PP tersebut sebenarnya sudah mengatur insentif secara luas. Hanya saja, dalam revisinya, akan diberlakukan tambahan. Misal, apabila semua insentif diberikan kepada sewa pesawat dalam negeri, kini dapat berlaku untuk sewa pesawat luar negeri. 

"Jadi, cakupan insentifnya lebih luas," ucapnya. 

Rofyanto menambahkan, revisi PP Nomor 69 Tahun 2015 tidak akan memuat penurunan PPN avtur seperti yang diminta oleh industri. Sebab, berdasarkan hasil kajian, beberapa negara masih memberlakukannya seperti Malaysia, Filipina hingga Vietnam yang mengenakan PPN avtur 10 persen per liter. Oleh karena itu, penerapan PPN dengan jumlah yang sama Indonesia masih comparable dan bukan menjadi sebuah isu. 

Apalagi, Rofyanto mengatakan, sejumlah negara seperti Thailand memberlakukan PPN dengan lebih tinggi. Tapi, industri penerbangannya masih berkembang dengan baik. Artinya, PPN avtur bukan sepatutnya menjadi sebuah hambatan. 

"Kalau PPN disebut jadi kendala, jelas tidak," ucapnya. 

Sementara itu, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono memastikan, regulasi insentif terhadap maskapai penerbangan akan segera dirilis. Ia berharap, beleid dapat dirilis pada pekan ini, tinggal menunggu proses administrasi di kementerian terkait. 

Susiwijono mengatakan, kebijakan insentif ini sebagai bukti bahwa pemerintah berkontribusi dalam berbagi kerugian atas kebijakan pengurangan harga tiket 50 persen yang diberlakukan per Kamis (11/7). Di sisi lain, untuk meringankan beban biaya maskapai penerbangan dan membantu penurunan harga tiket. "

Jadi, pemerintah ikut terlibat dalam sharing the pain," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement