Kamis 11 Jul 2019 15:21 WIB

'Meski Kupon Turun, Obligasi Ritel SBR007 Masih Menarik'

Pada SBR007 tidak ada pengurangan pajak penghasilan seperti deposito.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan  Luky Alfirman dalam peluncuran SBR007 di Jakarta, Kamis (11/7).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman dalam peluncuran SBR007 di Jakarta, Kamis (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR007 masih menarik bagi para investor ritel meski kuponnya hanya 7,5 persen, lebih rendah dibanding dengan seri sebelumnya. Sebab, nilai tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan produk investasi lain. Misalnya, deposito dari perbankan BUMN yang rata-rata menawarkan suku bunga 7,45 persen untuk dua tahun. 

Josua menjelaskan, keputusan pemerintah untuk menetapkan kupon 7,5 persen pada SBR007 juga bukan tanpa perhitungan. Pemerintah sudah mempertimbangkan rencana pelonggaran kebijakan moneter dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.

Baca Juga

"Kemarin malam, Gubernur The Fed sudah sampaikan sinyal cukup kuat akan memangkas suku bunga di tahun ini," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (11/7). 

Dampaknya, Josua mengatakan, bank sentral di negara berkembang seperti Bank Indonesia (BI) akan meresponnya dengan langkah serupa. Ini terfleksi dari tingkat kupon yang ditawarkan dalam SBR007. Diketahui, kupon pada SBR006 mencapai 7,95 persen, sementara SBR005 memiliki kupon lebih tinggi, yakni 8,15 persen. 

Josua menjelaskan, keunggulan lain yang dimiliki SBR007 adalah tidak ada pengurangan pajak penghasilan (PPh) seperti pada deposito. Oleh karena itu, dilihat dari imbal hasil, SBR007 masih memiliki daya tarik yang kuat. Apalagi, rata-rata di secondary market untuk jangka waktu dua tahun masih berada di kisaran 6,3 persen. 

"Ini masih menarik inevstor ritel yang sifatnya cenderung memegang sampai jatuh tempo," katanya. 

Josua menilai, keputusan pemerintah untuk merilis SBR007 pada saat ini adalah tepat. Sebab, obligasi dikeluarkan sebelum ada potensi BI menurunkan subung. Daya tariknya akan cenderung menurun apabila BI sudah membuat keputusan melonggarkan kebijakan moneter. 

Dengan berbagai kondisi itu, Josua menyebutkan, target indikatif pemerintah terhadap SBR007 yang mencapai Rp 2 triliun masih relatif terjangkau. Para investor ritel, termasuk generasi milenial dan investor pemula, akan tertarik dengan imbal hasil dan kemudahan yang ditawarkan pemerintah dalam obligasi ritel ini.  "Target tersebut reachable," tuturnya. 

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis SBR007. Produk investasi ini ditujukan untuk membantu pembangunan negara dan memberikan opsi tambahan produk investasi bagi masyarakat. Masa penawaran berlangsung selama dua pekan, yakni 11 hingga 25 Juli 2019, dengan nominal pemesanan berkisar antara Rp 1 sampai Rp 3 miliar. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu  Luky Alfirman menuturkan, SBR yang merupakan bagian dari Surat Berharga Negara (SBN) ritel ditujukan untuk investor individu. Dengan sistem pembelian yang mudah dan return terbilang tinggi, ia meyakini SBR dapat menjadi rencana investasi ritel yang menarik. 

Luky menyebutkan, dalam peluncuran SBR007, terdapat 20 mitra distribusi (midis) yang membantu penjualan kepada masyarakat dengan enam di antaranya merupakan midis baru. Penambahan ini diyakininya dapat memperluas jangkauan ke masyarakat dan membantu pencapaian target penjualan Rp 2 triliun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement