REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan peraturan terkait Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaa dan atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk memberikan sanksi kepada eksportir yang terbukti tidak membawa pulang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) ke dalam negeri.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.04/2019 ekspotir yang tidak menyetorkan akan didenda 0,5 persen dari total DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam rekening khusus di Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan ketentuan baru tersebut semakin memudahkan para eksportir dalam memanfaatkan insentif fiskal bagi DHE SDA yang ditempatkan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
“Kalau dulu eksportir harus menyampaikan restitusi ke kantor pajak tapi sekarang cukup dengan rekening khusus sudah bisa,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7).
Perry menjelaskan bukti kepemilikan rekening simpanan khusus, perbankan sebagai Wajib Pungut (Wapu) akan otomatis mengenakan tarif pajak atas deposito DHE SDA, sesuai dengan tarif yang diatur dalam ketentuan insentif pajak DHE SDA. Diharapkan fasilitas ini bisa menggairahkan para eksportir untuk mendorong ekspor dan berpartisipasi aktif di dalam pasar valas.
“Kami ingin mendorong eksportir untuk memasukkan DHE SDA nya ke dalam negeri, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperdalam pasar valuta asing di Indonesia,” ungkapnya.
Adapun rincian insentif pajak yang diberikan adalah simpanan sebulan terkena pajak 10 persen, 3 bulan 7,5 persen, 6 bulan 2,5 persen dan lebih dari 6 bulan terkena 0 persen. Sementara itu, untuk devisa yang dikonversi ke rupiah terkena pajak 7,5 persen yang disimpan 1 bulan, 5 persen yang 3 bulan, 0 persen yang disimpan 6 bulan atau lebih.
Apabila terdapat eksportir yang tidak taat terhadap aturan di atas, pemerintah dapat memberikan sanksi dengan tiga tingkatan yakni, tidak dapat melakukan ekspor, denda dan pencabutan izin usaha.