REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan peraturan bupati tentang pengembangan badan usaha milik desa (BUMDes) untuk pengelolaan potensi wisata di desa. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kulon Progo Sudarmanto mengatakan sampai saat ini, BUMDes mayoritas bergerak simpan pijam, sebagian kecil sektor riil.
Dalam perkembangannya, BUMDes memiliki potensi bidang wisata. "Kemudian, kami buatkan regulasi supaya desa memiliki kepastian hukum bagaimana desa mengelola potensi wisata melalui BUMDes," kata Sudarmanto.
Ia mengatakan saat ini, pemerintah tingkat desa mulai memetakan dan mendata potensi desa yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai unit usaha wisata. Saat ini, BUMDes di 87 desa dan satu kelurahan masih bergerak pada sektor simpan pinjam.
BUMDes yang memilki unit usaha pariwisata, maka pemdes harus mengalokasikan anggaran, baik melalui alokasi dana desa (ADD) atau dana desa (DD). Selain itu, harus dibuat mekanisme pengelolaan, mengingat objek wisata yang berkembang dimiliki warga dan dikelola oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan payung hukum berupa peraturan desa, persetujan direksi BUMDes dan kepala desa.
BUMDes di sektor riil bergerak memasarkan produk lokal, menjual pulsa dan fotocopy, hingga menjual pupuk.
"Saat ini, pengembangan usaha BUMDes selalu terganjal pada penataan anggaran dan pembuatan aturan main berupa peraturan desa untuk menguatkan legalitas unit usaha," katanya.
Namun demikian, kata Sudarmanto, pemerintah desa di 86 desa lain di luar Jatimulyo (Kecamatan Girimulyo), akan mengembangkan wisata baru berbasis budaya dan potensi lokal. Wisata berbasis budaya akan menjadi daya tarik bagi wisatawan luar daerah dan luar negeri.
Selain itu, di Desa Gerbosari, dan Pagerharjo di Kecamatan Samigaluh juga sudah mengembangkan potensi wisata desa. "Jadi, desa wisata baru akan dikelola BUMDes. Saat ini, masing-masing desa sedang merintis wisata budaya," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dirpar) Kulon Progo Niken Probo Laras mengatakan saat ini badan usaha milik desa masih bergerak di sektor simpan pinjam. Menurutnya, BUMDes masih enggan mengembangkan pariwisata dan potensi desa.
"Pemerintah desa selalu beralasan, anggaran desa banyak terserap untuk anggaran pendidikan dan kesehatan yang diamanahkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan sehingga potensi wisata yang ada di desa tidak digarap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi warga," kata Niken.
Ia mengatakan pihaknya pernah mengumpulkan pelaku wisata, kelompok sadar wisata (pokdarwis), pemerintah desa, dan pengelola desa wisata untuk pembentukan BUMDes dengan unit usaha parwisata. Namun, masing-masing berpegang teguh pada ego.
"Desa wisata muncul terlebih dulu, dibandingkan pembentukan unit usaha pariwisata di bawah BUMdes. Desa terbebani dana kesahatan dan pendidikan, sedangkan pelaku desa wisata tidak mau di bawah BUMDes," katanya.
Menurut Niken, perkembangan desa wisata di Kulon Progo berkembang lamban. Dispar berusaha memfasilitasi desa wisata, namun kesiapan desa wisata sendiri belum siap. Sampai saat ini, dari 10 desa wisata yang ada di Kulon Progo yang sudah berkembang secara mandiri baru Desa Wisata Nglinggo dan Kalibiru.
"Desa wisata itu muncul dari inisitiaf warga dalam mengoptimalkan potensi wisata di sekitar, kami akan melakukan pendampingan dan mengupayakan pembangunan infrastruktur pendukung," kata Niken.