Jumat 17 May 2019 16:09 WIB

Inalum Gaet Industri Baterai Terbesar di China

Produsen baterei China ini akan menginvestasikan 1,83 miliar dolar AS di Indonesia

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Investasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) menggaet perusahaan terbesar material baterai di China, Zhejiang Huayou Cobalt Company Ltd. Kerja sama ini dilakukan dalam rangka mengembangkan material baterai untuk kendaraan listrik nasional.

Menteri BUMN, Rini Soemarno dalam kunjungannya ke China menjelaskan penjajakan kerja sama ini dilakukan agar holding industri pertambangan bisa memiliki mitra strategis dalam bidang teknologi dan pengembangan demi mempercepat realisasi hilirisasi tambang di Indonesia.

Baca Juga

"Sektor tambang Indonesia memiliki potensi yang besar. Dengan menggandeng mitra strategis ini, holding industri pertambangan Inalum bisa memiliki akses ke teknologi yang dibutuhkan untuk hilirisasi," ujar Rini melalui siaran persnya, Jumat (17/5).

Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi G Sadikin mengatakan, penjajakan kerja sama dengan Huayou dilakukan karena Huayou merupakan perusahaan yang telah berpengalaman di industri tambang khususnya mineral cobalt, nikel dan lithium terintegrasi. Huayou juga sukses menjalankan hilirisasi tambang di China.

"Demi menjalankan mandat holding industri pertambangan untuk menjalankan hilirisasi, Inalum terus secara agresif mencari mitra strategis yang bisa memberikan akses di bidang teknologi dan memiliki pengalaman yang mumpuni," ujar Budi.

Ia juga menjelaskan Huayou merupakan salah satu mitra strategis perusahaan karena sudah berpengalaman di industri hilirisasi tambang dan juga kerap bekerja sama dengan perusahaan kelas dunia lainnya.

Ia juga menjelaskan Holding Industri Pertambangan melalui Inalum dan Antam juga berencana untuk membangun pabrik berteknologi High Pressure Acid Leaching  (HPAL) dan Rotary Kiln-Electric Furnace ( RKEF) lewat kerja sama dengan Huayou. Kedua pabrik ini bisa mendorong hilirisasi nikel menjadi bahan baku baterai litium.

Sejak pertengahan tahun lalu, Huayou berencana untuk membangun smelter nikel di Indonesia untuk memenuhi permintaan akan komoditas tersebut di industri baterai.

Perusahaan tersebut akan menginvestasikan 1,83 miliar dolar AS di Indonesia dan saat ini sedang mencari rekan lokal. “Semoga penjajakan ini dapat menghasilkan suatu kerjasama yang konkrit dengan Inalum untuk memajukan industri hilirisasi tambang di Indonesia,” kata Chen Xuehua, Presiden Direktur Huayou.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement