Selasa 14 May 2019 14:07 WIB

Pemerintah Awasi Harga Tanah di Area Calon Ibu Kota Baru

Pemerintah belum mengumumkan lokasi calon ibu kota baru untuk cegah spekulan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Ibukota Pindah
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Ibukota Pindah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan harga tanah di wilayah yang menjadi pilihan ibu kota baru ikut menjadi pengawasan antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang bersama kementerian dan lembaga terkait. Hukum penawaran dan permintaan tanah di daerah yang bakal menjadi calon ibu kota baru dipastikan terjadi, namun pemerintah siap memperketat pengawasan.

“Sebetulnya (harga) ini bukan hanya tergantung pada jumlah si pembeli, tapi perilaku penjual juga. Jadi silakan saja, tapi pemerintah tetap akan bekerja sesuai kaidah yang ada,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian ATR, Horison Mocodompis saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/5).

Baca Juga

Horison mengatakan, sementara ini, pemerintah belum mengumumkan secara spesifik lokasi pemindahan ibu kota juga dengan tujuan untuk membatasi ruang gerak spekulan tanah. Ia menegaskan, tanah yang bakal digunakan merupakan tanah milik negara sehingga persoalan harga dipastikan tidak menjadi hambatan.

Akan tetapi, mengenai pembangunan lainnya yang bakal menjadi pelengkap dari ibu kota, belum ditentukan lebih lanjut. Kementerian ATR, jelas dia, sejatinya diberi tugas utama untuk mencari tanah yang memang dimiliki oleh negara. Oleh karena itu, pemerintah pusat mesti bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah untuk pengawasan harga.

Sebab, pemerintah daerah menjadi pihak yang mengetahui segala transaksi jual beli tanah setempat. Sementara, Kementerian ATR lebih kepada pendataan tanah yang didaftarkan oleh para pemilik. “Ini akan melibatkan banyak pihak. Pemda juga menjadi pihak yang paling tahu soal itu (harga),” tutur dia.

Sementara ini, Horison mengaku, belum terdapat laporan dan Badan Pertanahan Nasional daerah setempat terkait adanya pergerakan kenaikan harga tanah. Pihaknya terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait agar kebijakan pemindahan ibu kota dapat dilakukan secara kondusif tanpa masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah.

Sebagaimana diketahui, rencana pemindahan ibu kota mulai berdampak langsung kepada perilaku masyarakat dalam mencari properti. Meski lokasi pemindahan ibu kota belum ditetapkan, konsumen properti seketika tertuju pada lokasi potensial untuk mempelajari kondisi harga properti setempat.

Hal itu terlihat dari hasil riset platform jual-beli online, OLX yang menyebutkan, pencarian properti di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah naik lima kali lipat. Dari hanya 314 kali pada 25 April 2019 menjadi 1.500 kali pencarian pada 30 April 2019. Tanggal itu tepat satu hari setelah Rapat Terbatas Pemindahan Ibu Kota digelar di Istana Merdeka dan Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa.

“Kota Palangkaraya belum dikonfirmasi oleh pemerintah. Tapi trafik pencairan properti tertinggi di Pulau Kalimantan ada di Palangkaraya. Sudah ada pergerakan pencarian properti,” kata Ignasius.

Adapun provinsi yang saat ini menjadi pilihan pembangunan ibu kota baru yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Barat.

Igna mengatakan, perhatian masyarakat terkait pemindahan ibu kota saat ini mulai mengerucut kepada tiga titik. Yakni Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah, serta kawasan segitiga Palangkaraya, Gunung Mas, dan Katingan di Kalimantan Tengah.

Ke depan, Igna mengatakan, OLX masih perlu mendalami tiga hal berkaitan dengan rencana pemindahan ibu kota. Pertama, yakni harga tanah. Menurutnya, pergerakan harga tanah perlu dipantau karena pembangunan ibu kota setidaknya membutuhan dua hal. Yakni infrastruktur baru dan ketersediaan luasan tanah untuk menampung penduduk baru.

Kedua, harga mobil. Igna mengatakan, data internal OLX menunjukkan kepemilikan mobil di Palangkaraya hanya 110 ribu mobil. Sementara, pemindahan ibu kota yang diperkirakan akan ikut memindahkan 15 juta penduduk secara otomatis akan meningkatkan permintaan mobil.

“Artinya akan ada permintaan yang sangat masif untuk mobil, walaupun tidak semua orang butuh mobil,” kata dia.  

Ketiga, yakni kondisi harga tanah dan properti di Jakarta dan sekitarnya. Secara hukum ekonomi, Igna menyampaikan, pemindahan ibu kota akan mendorong sebagian masyarakat untuk menjual aset propertinya di Jakarta. Ketika itu terjadi, secara normal bakal terjadi koreksi harga pasar. Meski begitu, Igna mengatakan, hal itu harus didalami untuk waktu jangka panjang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement