REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai ekspor periode Januari hingga September 2025 mencapai 209,80 miliar dolar AS atau naik 8,14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan nilai ekspor migas tercatat senilai 10,03 miliar dolar AS atau turun 14,09 persen.
"Sementara nilai ekspor nonmigas tercatat naik sebesar 9,57 persen dengan nilai 199,77 miliar dolar AS," ujar Pudji dalam Rilis Berita Resmi Statistik di kantor BPS, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Pudji menyampaikan peningkatan nilai ekspor nonmigas secara kumulatif terjadi di sektor industri pengolahan dan pertanian. Pudji menyebut sektor industri pengolahan menjadi pendorong utama atas peningkatan kinerja ekspor nonmigas sejak Januari hingga September 2025 ini dengan andil sebesar 12,58 persen.
"Ekspor sektor industri pengolahan yang naik cukup besar yaitu minyak kelapa sawit, logam dasar bukan besi, barang perhiasan dan barang berharga, kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian serta semikonduktor dan komponen elektronik lainnya," ucap Pudji.
Pudji menyampaikan tiga besar negara tujuan ekspor nonmigas ialah Cina sebesar 46,47 miliar dolar AS yang didominasi besi dan baja, AS sebesar 23,03 miliar dolar AS yang didominasi mesin dan perlengkapan elektrik, dan India dengan 14,02 miliar dolar AS yang didominasi bahan bakar mineral. Pudji mencatat nilai ekspor ketiga negara ini memberikan share sekitar 41,81 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada Januari hingga September 2025.
"Jika dibandingkan secara kumulatif dengan periode yang sama tahun lalu, pada Januari hingga September 2025 ekspor nonmigas ke AS, ASEAN dan Uni Eropa mengalami peningkatan, sementara ke India mengalami penurunan," lanjutnya.
Untuk data impor Januari hingga September 2025 tercatat mencapai 176,32 miliar dolar AS atau naik 2,62 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pudji memaparkan nilai impor migas tercatat senilai 23,75 miliar dolar AS atau turun 11,21 persen, sementara nilai impor nonmigas tercatat senilai 152,58 miliar dolar AS atau naik 5,17 persen.
Pudji menyebut secara kumulatif peningkatan nilai impor terjadi pada barang modal. Sebagai penyumbang utama peningkatan impor, nilai impor barang modal mencapai 35,90 miliar dolar AS atau naik 19,13 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dan memberikan andil peningkatan sebesar 3,36 persen.
"Impor barang modal yang naik cukup besar yaitu mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya, kemudian mesin atau peralatan mekanis dan bagiannya, serta kendaraan dan bagiannya," ucap dia.
Sedangkan impor bahan baku penolong turun 0,74 persen menjadi 124,40 miliar dolar AS. Pun pada impor barang konsumsi yang mengalami penurunan sebesar 2,06 persen sehingga menjadi 16,02 miliar dolar AS.
Pudji menyampaikan Cina, Jepang, dan AS menjadi negara asal impor tertinggi pada periode tersebut. Sementara itu, impor dari negara ASEAN dan Uni Eropa mengalami penurunan.
"Untuk September 2025 ini, total nilai impor mencapai 20,34 miliar dolar AS atau naik 7,17 persen dibandingkan dengan kondisi September 2024," lanjut Pudji.
Pudji mengatakan sejumlah faktor yang memengaruhi perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan. Pada September 2025, ucap dia, secara umum harga komoditas di pasar global bervariasi, baik secara mtm maupun secara yoy.
"Kenaikan harga secara bulanan dan tahunan terjadi pada kelompok logam mulia serta logam dan mineral, dan kemudian peningkatan harga komoditas logam mulia ini lebih didorong oleh peningkatan harga emas," ujarnya.
Di sisi lain, sambung Pudji, harga komoditas energi mengalami penurunan secara bulanan dan juga tahunan. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan harga minyak mentah dan batu bara.
"Sedangkan harga komoditas pertanian mengalami perubahan atau penurunan secara bulanan tetapi meningkat secara tahunan," kata Pudji.
Advertisement