Jumat 26 Apr 2019 10:54 WIB

Langkah BI Pertahankan Suku Bunga Dinilai Kurang Tepat

BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Suku bunga Bank Indonesia
Foto: IST
Suku bunga Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo rate di level 6 persen. Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian, kebijakan ini kurang tepat karena secara makro ekonomi, Indonesia dalam kondisi baik.

"Kebijakan BI ini menurut saya kurang tepat, mengingat perkembangan perekonomian nasional dan global dalam 5-6 bulan belakangan," ujar Dzulfian, Jumat (26/4).

Baca Juga

Ada beberapa faktor yang menandakan perekonomian Indonesia dalam kondisi cukup baik. Pertama, inflasi yang terkendali dan sangat rendah. Pada Maret 2019, inflasi tercatat di level 2,48 persen.

Data BI menunjukkan, inflasi tercatat stabil sejak akhir tahun lalu. Sejak awal tahun ini laju inflasi berada di level yang rendah dan dalam kisaran target 3,5 plus minus 1 persen.

Kedua, rupiah secara umum terus menguat sejak akhir tahun lalu hingga menyentuh Rp 14.154 per dolar AS pada Kamis (24/4). Pada tahun lalu, rupiah sempat melebihi Rp 15.000 per dolar AS. Rupiah terus menguat tidak hanya pada dolar AS, tetapi juga terhadap mata uang lainnya seperti euro, poundsterling dan yen.

Ketiga, IHSG juga terus menguat tajam yang berarti kepercayaan investor sudah mulai pulih terhadap investasi di Indonesia. Menurutnya, Indonesia tidak lagi dianggap rentan, khususnya terhadap krisis moneter atau mata uang seperti tahun lalu.

Hal ini juga didukung oleh data menurunnya imbal hasil surat utang jangka panjang (tenor 10 tahun) yang berarti risiko perekonomian kita sudah menurun dibanding sebelumnya.

"Berdasarkan data- data tersebut, ditambah risiko dan ketidakpastian politik sudah menurun sangat jauh selepas Pemilu. Berbagai hasil perhitungan cepat (quick counts) juga menunjukkan Jokowi unggul atas lawannya yang berarti relatif tidak akan ada perubahan mendasar dalam arah pembangunan lima tahun ke depannya," jelas Dzulfian.

Perekonomian dunia juga diprediksi akan melambat dibandingkan ekspektasi sebelumnya. Hal ini juga telah dibahas khusus di pertemuan World Bank Group meeting 2 minggu lalu di Washington DC. Ini berarti, ancaman arus modal keluar ke luar negeri akan mereda dibandingkan tahun lalu.

"Selama 2018, memang rupiah babak belur dan menyentuh level terendahnya dalam beberapa tahun belakangan, namun masa itu sudah lewat: 2019 tidak akan seperti itu. Jadi kurang tepat kebijakan BI saat ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement