REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak sekuat Cina dan negara Asia Timur dan Pasifik lainnya karena kesulitan masyarakat untuk mengakses kebutuhan dasar. Sebab, angka pemenuhan kebutuhan dasar di Indonesia masih di bawah angka pertumbuhan penduduk perkotaan, juga masih lebih rendah dibanding negara tetangga di sekitar Asia Tenggara.
Bambang menjelaskan, pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah cermat dalam menerapkan kebijakan terkait regulasi, kolaborasi pemerintah daerah dan sektor lainnya, serta integrasi sistem perencanaan, penganggaran, dan pendanaan yang baik. Prosesnya harus digital sehingga mampu menekankan efisiensi pelayanan kepada masyarakat perkotaan.
"Itu guna merealisasikan pertumbuhan berkelanjutan di area perkotaan, sesuai dengan Visi Indonesia 2045, Indonesia harus cermat dalam menerapkan kebijakan terkait regulasi, kolaborasi pemerintah daerah dan sektor lainnya, serta integrasi sistem perencanaan, penganggaran, dan pendanaan yang baik," tuturnya melalui siaran pers, Ahad (14/4).
Selain itu, Pembangunan Rendah Karbon (PRK) yang mendorong pengurangan efek rumah kaca sebesar 43 persen pada 2030 juga menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan perkotaan secara baik. Di Jakarta misalnya, dengan penerapan konsep bangunan hijau, konsumsi energi menurun 853.914 MWh per tahun.
Bambang menambahkan, Indonesia juga harus memiliki perencanaan pembangunan perkotaan yang ditargetkan untuk penyebaran pertumbuhan ekonomi, serta penciptaan keseimbangan dan penurunan ketimpangan antarwilayah. Perencaan regional seperti ini hanya akan sukses jika tema pembangunan disesuaikan dengan sektor yang sedang maju di daerah bersangkutan serta rencana pembangunan yang terintegrasi dan spasial.
Tak kalah penting, Bambang menuturkan, adalah strategi pendanaan infrastruktur perkotaan yang kreatif. Misalnya, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA), serta pendanaan alternatif dengan bujet non-pemerintah lainnya. “Seperti, pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, keuangan Islam, dan obligasi jangka panjang,” ucapnya.
Bambang mengatakan, publikasi Scaling Up Investment for Sustainable Urban Infrastructure: A Guide to National and Sub-National Reform dari World Resource Institute (WRI) di Washington DC bermanfaat untuk menjadi panduan bagi pembangunan di tataran nasional maupun regional Indonesia. Publikasi ini dirilis di Washington, Amerika, pada Jumat (12/4).
Bambang menuturkan, publikasi tersebut sangat penting bagi Indonesia yang notabene adalah negara desentralisasi, mengingat cukup tingginya tingkat ketergantungan pemerintah lokal dan provinsi terhadap APBN dan APBD. "Pemerintah lokal membutuhkan strategi yang lebih baik untuk menggaet investasi yang berguna bagi infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan," ujarnya.