Rabu 27 Mar 2019 20:15 WIB

Arcandra: Porsi Pembangkit EBT akan Lebih Besar Bertahap

Proses pengalihan pemanfaatan sumber energi berbasis EBT membutuhkan waktu.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Listrik Perdesaan: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat menghadiri Peresmian listrik pedesaan di Desa Bosua dan Beriulou, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (25/2)|
Foto: republika/Febrian Fachri
Listrik Perdesaan: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat menghadiri Peresmian listrik pedesaan di Desa Bosua dan Beriulou, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (25/2)|

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menggunakan sumber-sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Komitmen tersebut tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menyatakan tahun 2025 mendatang bauran energi nasional pemanfaatan sumber energi berbasis energi baru terbarukan mencapai 23 persen.

Proses pengalihan pemanfaatan sumber energi berbasis fosil ke energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, menurut Wakil Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memerlukan waktu, seperti yang juga terjadi di negara-negara Eropa dan Tiongkok (Cina). Pada waktunya sumber-sumber energi berbasis fosil akan tergantikan oleh sumber energi terbarukan.

Baca Juga

"Produksi batu bara nasional kita sekitar 480 juta ton, 20-25 persen di antara untuk kebutuhan domestik, yang sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lebih dari 50 persen pembangkit kita saat ini masih menggunakan batu bara, tahun 2025 nanti insya Allah 23 persen sumber energi kita berasal dari energi terbarukan, sisanya gas dan BBM," ujar Arcandra, Rabu (27/3).

Memanfaatkan sumber energi terbarukan sudah merupakan sebuah keharusan, bukan lagi sebuah pilihan. "Kita tidak mempunyai kebebasan untuk memilih. We don't have any freedom untuk mengatakan kita mempunyai sumber energi lain. Ini bukan nice to have lagi, tapi need to have. Renewable energy itu need to have karena resources itu makin lama makin habis," tambah Arcandra.

Arcandra menjelaskan mengapa saat ini Pemerintah Indonesia masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Pengalihan sumber energi dari batu bara menjadi EBT akan dilakukan secara bertahap seperti yang dilakukan negara-negara Eropa dan Tiongkok, mereka mengalihkan sumber energinya setelah ekonomi mereka berjalan.

"Negara Eropa maju, memulai revolusi industrinya dengan menggunakan batu bara sebagai sumber bahan bakarnya, setelah ekonominya jalan itulah jalan menurun, sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan batu bara. Mereka meninggalkan batu bara setelah engine of economic mereka berjalan. Demikian pula dengan Cina, pada awal-awal mereka tumbuh banyak beroperasi PLTU-PLTU batu bara sebagai sumber energi listrik mereka untuk menghidupkan industrinya, sehingga saat itu Beijing memiliki tingkat polusi udara yang tinggi, namun sekarang setelah engine of economic mereka jalan, mereka mulai meggunakan renewable energy," ungkap Arcandra.

Saat ini Indonesia masih memerlukan batu bara sebagai sumber energi yang murah, selain agar harga listriknya terjangkau masyarakat juga untuk menggerakkan perekonomian agar produk-produk yang dihasilkan dapat berkompetisi di pasar dunia. Namun, tahap berikutnya, energi terbarukan akan didorong sehingga tahun 2025 porsi 23% akan tercapai. Saat ini masa transisi.

"Kita saat ini masih membutuhkan sumber energi yang murah untuk menggerakkan ekonomi kita, sampai pada waktunya kita akan turunkan porsinya untuk digantikan dengan sumber energi yang terbarukan. Kita masih memerlukan sumber energi yang murah agar produk-produk yang kita hasilkan dapat berlompetisi dengan produk dari negara lain. Kalau sumber energinya mahal akan susah berkompetisi dengan negara lain untuk kebutuhan ekspor kita," pungkas Arcandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement