REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurang dari tiga bulan, musim mudik Lebaran 2019 akan tiba. Diperkirakan ada beberapa hal yang akan menjadi persoalan jelang mudik tahun ini. Beberapa persoalan itu di antaranya soal masih mahalnya harga tiket, proyek pengerjaan tol layang, dan masih minimnya rest area di jalur tol baru.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno memperkirakan untuk mudik Lebaran tahun ini kemungkinan lebih nyaman dari tahun sebelumnya untuk jalur darat Jawa dan sebagian Sumatera. Hal ini tidak lepas dari terhubungnya jalur tol Trans Jawa dan sebagian Sumatera.
"Tahun ini jalan Tol Trans Jawa sudah terhubung. Sebagian Tol Sumatera (ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Baru-Palembang) sudah terhubung," katanya dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (13/3).
Namun, kata dia, ada persoalan lain yang muncul pada 2019, di antaranya soal tarif tiket pesawat udara yang masih mahal. Menurutnya ini akan berimbas pada peralihan moda transportasi. Ia memdiprediksi jalur darat makin diminati, terutama pengguna kendaaraan pribadi di Jawa dan sebagian Sumatra.
Pemudik dari Kalimantan dan Sulawesi ke Jawa beralih ke kapal. Harga tiket pesawat udara yang mahal menyebabkan pilihan pada kapal laut untuk mudik. Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang) dan Tanjung Perak (Surabaya) akan semakin ramai.
Persoalan lain, kata Djoko, adalah pengerjaan tol layang Jakarta-Cikampek belum dapat digunakan. Menurutnya, sekalipun fungsional dan tidak perlu dipaksa beroperasi. Pertimbangan keselamatan harus diperhitungkan.
Akibat dari proyek tol layang yang belum selesai ini, ia memperkirakan ketersendatan lalu lintas masih terjadi di ruas tol Jakarta-Cikampek. "Dalam tiga tahun terakhir ini ketersendatan lalu lintas saat mudik terjadi gerbang tol, karena pembangunan tol belum selesai," ujarnya.
Namun, ia memprediksi ketersendatan bukan hanya terjadi pada wilayah proyek jalan layang tol saja, ketersendatan juga bisa terjadi di ruas tol terutama di dekat rest area. "Rest area yang disediakan di sepanjang jalan tol tidak akan sanggup menampung semua pengguna tol untuk beristirahat," katanya.
Pengguna tol yang melakukan perjalanan panjang, setidaknya 2-3 jam perjalanan menghendaki beristirahat. "Penambahan rest area menjadi penting dan diperlukan," kata Djoko.
Ia mengusulkan penambahan rest area ini dilakukan di sekitar gerbang tol, bukan hanya di sepanjang jalan tol. Karena di sepanjang tol, ramai hanya pada saat musim mudik. Pemda dapat menyiapkan itu dan bekerja sama dengan operator jalan tol minta dibuatkan rambu petunjuk di sepanjang tentang keberadaan rest area di luar tol.
"Para pebisnis lokal yang mulai terpuruk akibat dampak tol dapat diberi peluang buka usaha di rest area dekat gerbang tol. Mulai sekarang harus sudah disiapkan Pemda, supaya tidak terlambat," katanya mengusulkan.
Data dari PT jasa Marga (Maret 2019), beberapa ruas tol yang perlu diwaspadai, seperti km 365 - km 375 Tol Batang-Semarang, km 475 - km 485 Tol Semarang-Solo, km 715 - km 725 Tol Surabaya-Mojokerto, km 795 - km 805 Tol Gempol-Pandaan.
Dari data tol tersebut, menurut dia, perlu pemasangan rumble strip sebelum rest area. Setidaknya pada jarak 1,5 km sebelum rest area untuk mengingatkan pengguna jalan tol agar mengurangi laju kendaraannya.
Di luar jalur tol, menurut dia, alur Pantura akan dipenuhi pemudik roda dua dan sebagian roda empat. Sedangkan penyediaan angkutan mudik gratis tidak hanya disediakan dari Jakarta akan tetapi juga bisa disediakan penambahan sejumlah bus di Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Perak.