Sabtu 09 Mar 2019 13:06 WIB

OJK Ajak Generasi Muda Lihat Peluang Perkembangan Fintech

Akumulasi pinjaman fintech peer to peer lending tercatat Rp 25,9 triliun.

Rep: Novita Intan Sari/ Red: Friska Yolanda
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memberikan sambutan sebelum melakukan penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Selasa (19/2).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memberikan sambutan sebelum melakukan penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Selasa (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menyosialisasikan financial technology (fintech) kepada masyarakat. Perkembangan fintech memiliki banyak manfaat di Indonesia, mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perkembangan fintech dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama generasi muda. Fintech juga dapat mendorong perekonomian nasional dengan tetap mengutamakan aspek perlindungan konsumen. “Generasi muda potensi besar, untuk memahami dan memanfaatkan untuk wirausaha karena cakupannya luas mulai transportasi, e-commerce dan terbuka lebar bagi generasi muda,” ujarnya saat acara Seminar Nasional Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyosong Revolusi Industri 4.0 di Universitas Sebelas Maret, Sabtu (9/3).

Menurut Wimboh, perkembangan fintech menjadi peluang di Indonesia mengingat jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar. “Perkembangan fintech adalah keniscayaan. Sebagai otoritas harus bersama-sama tujuannya masyarakat mendapatkan keuntungan paling besar, termasuk negara di mana hadirnya teknologi mendorong pertumbuhan, ke daerah-daerah terpencil,” ucapnya. 

Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness (TARIF). Ini dilakukan melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding. “Dengan teknologi agar masyarakat mendapatkan secara mudah dan murah. Mengoptimalkan kesempatan ini sekaligus menguatkan bangsa. Bagi lembaga jasa keuangan, bayar SPP atau kirim uang tidak perlu datang ke bank, serba gampang, jadi perbankan tidak perlu banyak cabang dan pegawai. Bagaimana bisa masyarakat lebih efisien, tapi bangsa dan negara mendapatkan keuntungan,” ungkapnya. 

Khusus untuk layanan peer to peer lending, OJK juga telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan standar (code of conduct) dengan menggunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya. Asosiasi juga menyediakan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab, yang memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi anggota AFPI. 

Perkembangan fintech peer to peer lending hingga januari 2019 tercatat, akumulasi pinjaman sebesar Rp 25,9 trliiun, outstanding pinjaman Rp 5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120. Untuk membangun perlindungan bagi masyarakat pengguna fintech peer to peer lending OJK terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech peer to peer lending yang terdaftar dan berizin OJK. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement