Jumat 01 Mar 2019 13:02 WIB

Fasilitas Repo tidak Permanen Sebagai Pendanaan Kredit

Pendanaan kredit utamanya harus dari dana pihak ketiga dan obligasi.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Layanan Bank
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Layanan Bank

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memberikan kabar baik bagi perbankan. Sebagai regulator, BI mengumumkan pelonggaran instrumen moneter untuk mengelola likuiditas.

Tentu kebijakan tersebut diapresiasi oleh sejumlah perbankan nasional. Salah satunya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan pihaknya setuju dengan kebijakan BI yang menyediakan fasilitas Repurchase Agreement (Repo) untuk memasok likuiditas perbankan.

“Saya setuju sekali dengan kebijakan tersebut (Repo),” ujarnya di Jakarta, Jumat (1/3).

Hanya saja, menurut Jahja, fasilitas Repo tidak dapat dijadikan secara permanen funding untuk memasok sumber likuiditas perbankan. Sebab, fasilitas kredit tetap berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) atau obligasi.

"Fasilitas Repo tidak boleh jadi sumber likuiditas untuk kredit, karena untuk kredit tetap dari funding, DPK atau obligasi bukan semacam money market jangka pendek,” jelasnya.

Ke depan, Jahja menyakini sepanjang tahun ini pertumbuhan ekonomi nasional dapat dijaga dengan baik. Artinya kredit tumbuh 10-12 persen dengan catatan pencairan proyek infrastruktur.

“Proyek yang ada tidak terlalu di-push melampaui kemampuan likuiditas, itu aman," ungkapnya.

Pada tahun lalu, BI melonggarkan rasio penyangga likuiditas makro prudential (PLM) atau Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder dari dua persen menjadi empat persen. Artinya seluruh surat berharga yang dijadikan GWM sekunder sebagai underlying melakukan transaksi repo ke BI. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement