Rabu 20 Feb 2019 16:12 WIB

Baru 30 Pasar Tradisional yang Berstandar SNI

Pemerintah menargetkan bisa merevitalisasi seribu pasar tradisional tahun ini.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Toko kelontong di pasar tradisional.
Foto: Yusuf Assidiq.
Toko kelontong di pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menganggarkan Rp 1,1 triliun untuk merevitalisasi pasar tradisional pada tahun ini. Dari 5.000 target pasar tradisional yang akan direvitalisasi, hingga akhir 2018 terdapat 4.211 pasar yang telah direvitalisasi pemerintah. Dari jumlah tersebut, baru 30 pasar yang dinyatakan sesuai standar nasional. 

“Target kami hingga akhir 2019 ini bisa merevitalisasi 1.037 lebih pasar tradisional yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Memang baru 30 yang SNI, karena bertahap,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti, kepada wartawan, di gedung Kemendag, Jakarta, Rabu (20/2). 

Baca Juga

Tjahya menjelaskan, konsep pembangunan revitalisasi pasar tradisional melingkupi dua aspek pembangunan, yakni fisik dan nonfisik. Menurutnya, pembangunan revitalisasi pasar secara fisik diproyeksi dapat meningkatkan citra dan kesan yang lebih positif dari lingkungan pasar yang sebelumnya identik dengan kumuh dan kurang nyaman. 

Sementara itu terkait pembangunan revitalisasi nonfisik pasar tradisional, kata Tjahya, pembenahan manajemen, ekonomi, dan sosial pasar perlu dilakukan untuk memperkuat pengelolaan pasar yang berkelanjutan. “Jadi nantinya, ke-30 pasar tradisional yang berstandar SNI itu bisa menjadi contoh bagi pasar tradisional lainnya,” kata Tjahya. 

Seputar standar nasional pasar yang ditentukan, pihaknya tengah menjalankan program pemberdayaan pasar melalui pelatihan pengelolaan pasar. Selain itu, kata dia, pemerintah juga menyediakan sekolah pasar untuk para pedagang, aktivasi pasar tradisional, dan pendampingan sertifikasi SNI kepada pasar yang dibina.

Tjahya menjelaskan, sejak 2017 revitalisasi pasar tradisional yang dilaksanakan mengacu pada prototipe pembangunan pasar dengan empat tipe, yakni tipe A, B, C, dan D. Keempat tipe tersebut ditinjau berdasarkan kapasitas pedagang yang ada di dalam pasar. 

“Sejauh ini kami baru merevitalisasi yang tipe C dan Tipe D,” katanya. 

Perbedaan revitalisasi pada prototipe pasar tradisional yang ada ini, kata dia, terdapat pada jumlah anggaran pembangunan revitalisasi yang digelontorkan. Anggaran yang digelontorkan ke masing-masing tipe disesuaikan berdasarkan tingkat levelnya, antara lain tipe A (Rp 12 miliar), tipe B (Rp 8 miliar), tipe C (Rp 6 miliar), dan tipe D (Rp 4 miliar). 

 

Ketua Ikatan Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menilai, pemerintah harus mendahulukan aspek pembangunan nonfisik dibanding mengutamakan pembangunan fisik pasar tradisional. Pasalnya, kata dia, pelibatan elemen pemerintah daerah sebagai pemberi rekomendasi revitalisasi pasar dinilai rentan dijadikan proyek bancakan. 

“Pada kasus umum yang sering terjadi, pemerintah daerah itu kerap menganggap gelontoran dana untuk sebuah program itu adalah proyek. Proyek yang rawan sekali disalahgunakan,” katanya. 

Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk membenahi sektor hulu pasar tradisional dengan menjamin perlindungan hukum pedagang serta pembinaan pengelolaan pasar tradisional. Dia juga mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) yang berpihak pada pedagang tradisional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement