REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Ciamis merupakan salah satu daerah sentra produksi cabai di Jawa Barat. Tersebar di empat kecamatan yaitu di Sukamantri, Panjalu, Cihaurbeuti dan Panumbangan. Curah hujan tinggi sering ditakutkan oleh petani cabai, karena biasanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) meningkat. OPT yang menyerang antara lain antraknosa, busuk buah, layu fusarium.
“OPT yang menyerang tanaman cabai adalah lalat buah dengan intensitas serangannya ringan dan masih bisa dikendalikan. Sekitar 2 hektare sudah panen dan harganya stabil antara Rp 15 ribu - Rp17 ribu per kg,” kata Ketua Kelompok Tani Tatah Karomah Herman, di Desa Maparah, Kecamatan Panjalu, Ciamis, Jawa Barat.
Herman memiliki lahan cabai seluas 3 hektare dengan umur tanaman bervariasi lima bulan, tiga bulan dan satu bulan. Varietas cabai yang ditanam adalah darmais dan megatop dengan produktivitas rata-rata 8 ons per pohon.
Herman mengaku, pertanaman cabai beberapa kelompok tani di Kecamatan Sukamantri dan Panjalu cukup baik dan aman dari serangan OPT.
Ketua Kelompok Tani Mekar Rahayu, Aceng yang berlokasi di Desa Bahara, Kecamatan Panjalu yang memiliki lahan cabe 3 hektare mengakui serangan OPT karena lalat buah tapi serangannya ringan dan masih bisa dikendalikan oleh petani.
Hal senada dikatakan Ketua Kelompok Tani Gunung Sari, Yusuf. Kelompok tani yang berlokasi di Desa Cibeureum Kecamatan Sukamantri mengatakan, OPT yang menyerang pertanaman cabe adalah busuk buah dan layu fusarium namun serangan masih bisa dikendalikan. Kelompok tani ini juga memiliki sertifikat PRIMA 3, artinya produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.
Pengendalian OPT di daerah ini sudah menggunakan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan seperti trichoderma sp. dan perangkap likat. Meskipun demikian penggunaan pestisida kimianya masih cukup intensif.
“Penggunaan bahan pengendali ramah lingkungan terus disosialisasikan ke petani. Petugas POPT telah melatih petani cara membuat bahan pengendali ramah lingkungan,” ujar Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), Virginia.
Petugas dari Direktorat Perlindungan Hortikultura, Enung Hartati mengimbau petani terus menggunakan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan. Banyak keuntungan yang diperoleh, yaitu mengurangi biaya pestisida yang mahal, produk yang dihasilkan aman konsumsi, petaninya sehat dan kelestarian lingkungan terjaga.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menyatakan, Kementerian Pertanian terus mensosialisasikan kepada petani untuk menggunakan sarana produksi ramah lingkungan, baik pupuk maupun bahan pengendali.
“Kita ingin semua produk hortikultura yang diproduksi oleh petani Indonesia aman konsumsi,” tuturnya.