Rabu 23 Jan 2019 12:27 WIB

RUU Migas Dibahas Lagi, Presiden: Kita Hati-Hati

Pembentukan UU ini sebagai momentum reformasi tata kelola migas.

Rep: Sapto Andika candra/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (8/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) kembali mengundang menteri-menteri ekonomi di Kabinet Kerja untuk membahas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Sejak dibahas tahun 2016 lalu, RUU Migas memang belum ketok palu hingga saat ini.

Dalam pengantar rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (23/1) siang, Jokowi menyebutkan bahwa pemerintah memang berhati-hati dalam membahas rancangan beleid ini agar tidak bertentangan dengan konstitusi. "RUU ini adalah inisiatif DPR sebab itu harus kita kaji dengan cermat dan hati-hati agar tidak bertentangan dengan konstitusi. RUU ini harus mampu perkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional," jelas Jokowi di Kantor Presiden, Rabu (23/1). 

Presiden juga menekankan bahwa RUU Migas nantinya tak sekadar berfungsi sebagai katalisator peningkatan produksi minyak dan gas bumi nasional, tapi juga penguatan industri dalam negeri dan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor migas. "Pembentukan UU ini dijadikan sebagai momentum sebagai reformasi tata kelola migas sehingga lebih efisien dan transparan. Dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional," katanya. 

Pembahasan RUU Migas memang masih alot karena ada perbedaan pandangan mengenai tata kelola hulu dan hilir migas. Dalam draf RUU Migas yang disepakati parlemen, disebutkan bahwa kegiatan usaha hulu dan hilir migas akan dilakukan oleh sebuah Badan Usaha Khusus (BUK). Artinya, BUK ini memiliki wewenang dalam meneken Kontrak Kerja Sama dalam kegiatan usaha hulu migas. BUK juga memiliki fungsi untuk menjalankan usaha di hilir migas, termasuk yang dilakukan oleh BUMN, BUMD, atau swasta. 

Berbeda dengan rancangan yang disepakati DPR, pemerintah ingin agar kegiatan usaha hulu dan hilir migas dipisah dan dikendalikan oleh dua institusi yang berbeda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement