Jumat 28 Dec 2018 13:43 WIB

Kementan: Inflasi Sektor Pertanian Berhasil Ditekan

Hingga November inflasi bahan pokok di level 1,69 persen dan inflasi umum 2,5 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, inflasi bahan pokok selama dua tahun mampu lebih rendah dibanding dengan inflasi secara umum. Pada 2017, inflasi bahan pokok berada di angka 1,26 persen, sedangkan inflasi secara umum mencapai 3,61 persen.

Pada tahun ini, sampai November, inflasi bahan pokok di level 1,69 persen dan inflasi umum 2,5 persen. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi mengatakan, nilai inflasi yang lebih rendah ini patut dibanggakan karena jarang terjadi.

"Kondisi ini bisa disebut sebagai capaian pembangunan pertanian kita selama dua tahun terakhir karena sistem pertanian yang baik," tuturnya dalam diskusi di Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan, Jumat (28/12).

Agung menjelaskan, pencapaian inflasi bisa diraih karena kerja sama antar kementerian dan lembaga dalam sistem pengendaliannya. Di antaranya ada Kementan yang fokus meningkatkan produksi, Satuan Tugas (Satgas) Pangan dengan fungsi mengendalikan rantai makanan.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat fokus terhadap perbaikan infrastruktur jalan serta peningkatan kinerja transportasi.

Agung menambahkan, ada tiga aspek yang menjadi prioritas Kementan, yakni ketersediaan, distribusi dan pemanfaatan pangan. Semuanya menyatu dan memberikan andil besar terhadap inflasi.

Pada aspek ketersediaan, Agung menjelaskan, Kementan berupaya meningkatkan produksi pangan, baik padi, jagung dan komoditas lain. Salah satunya dengan menjaga luas tanam. Untuk padi, pola tanamnya minimal 1 juta hektare per bulan, sementara bawang merah 15 hektare per bulan. "Semua kita jaga agar tetap memenuhi kebutuhan produksi," ujarnya.

Selain itu, Kementan juga berusaha mendekatkan pusat produksi dengan konsumen. Indonesia sebagai negara kepulauan memberikan tantangan besar apabila pusat produksi hanya berada di sentra.

Agung menjelaskan, Kementan tidak dapat terlepas dari aspek distribusi. Pihaknya ingin memangkas rantai pasok dari produsen sampai dengan konsumen. Sebab, semakin banyak tangan yang terlibat, akan semakin tinggi biayanya.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi. Menurut Agung, Kementan kini sedang membangun sistem bersama dengan PT Food Station dan Perum Bulog. "Di antaranya dengan pemanfaatan ecommerce," katanya.

Pada aspek pemanfaatan pangan, Kementan mengajak masyarakat untuk tidak membeli bahan pangan secara berlebihan karena dapat menciptakan food waste atau sampah makanan tak terkendali. Selain itu, masyarakat juga diimbau mengonsumsi pangan yang bergizi seimbang.

Sementara itu, Kepala Divisi Pengadaan Perum Bulog Taufan Akib mengatakan, pihaknya hadir dalam supply chain pangan sebagai penyerap hasil produksi petani. Tujuannya, menjamin harga di tingkat petani tetap stabil, sehingga mereka tetap dapat dan ingin berproduksi.

"Kalau tidak ada jaminan harga, petani tidak akan berniat ataupun tertarik lagi untuk bertani," tuturnya.

Dalam catatan Bulog, stok beras yang tersedia di Bulog DKI & Banten dan Bulog Lampung kini mencapai 370 ribu ton. Jumlah tersebut dinilai cukup untuk ketahanan stok selama beberapa bulan ke depan.

Oleh karena itu, Taufan meyakinkan masyarakat dan pemerintah daerah tidak perlu khawatir dengan kondisi pasokan beras saat ini, terutama jelang pergantian tahun.

Sementara itu, stok beras Bulog secara nasional masih berkisar di angka 2,2 juta ton yang siap disalurkan apabila dibutuhkan pemerintah. Baik untuk kebutuhan bencana alam maupun stabilisasi harga.

Taufan mengatakan, secara garis besar, harga gula pasir dan daging sepanjang 2018 terbilang stabil. Komoditas beras sempat mengalami fluktuasi ketika program beras untuk rakyat miskin (raskin) dan beras sejahtera (rasta) dialihkan menjadi program bantuan non tunai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement