REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akan lagi merilis Indeks Tendensi Bisnis (ITB) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Sebab, data yang sama sudah dikeluarkan oleh lembaga lain, yakni Bank Indonesia (BI) dan PT Danareksa.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, BPS akan mencari indikator lain yang dapat disajikan untuk tetap menggambarkan kondisi yang tetap relevan. "Kalau tetap ada, nanti overlapping," ujarnya dalam Workshop Peningkatan Wawasan Statistik kepada Media di Jakarta, Kamis (7/11).
ITB dan ITK dirilis BPS secara berkala setiap kuartal atau tiga bulan sekali. Dua indeks ini menggambarkan pertumbuhan kondisi bisnis dan ekonomi serta peningkatan ataupun penurunan optimisme. Seperti namanya, ITB dan ITK melibatkan dua sisi, yakni dunia usaha dan konsumen.
Pada kuartal ketiga, BPS mencatat ITB sebesar 105,33, menunjukkan kondisi bisnis yang secara umum masih tumbuh karena berada di atas 100. Tapi, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan kuartal kedua, yakni 108,81. Artinya, optimisme pelaku bisnis menurun.
Sementara itu, Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada kuartal ketiga sebesar 101,03, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya, 125,68. Artinya, kondisi ekonomi konsumen masih berjalan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.
Tapi, kondisi tersebut diiringi dengan optimisme yang lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Kebijakan untuk menghilangkan survei dan rilis indeks bukan pertama kali dilakukan BPS.
Suhariyanto menyebutkan, BPS juga pernah menghilangkan kurs mata uang hingga level daerah. Alasannya, masih sama, yakni mencegah tumpang tindih dengan BI yang juga mengeluarkan data serupa.
"Nah, itu ternyata kurang begitu bermanfaat," tuturnya.
Suhariyanto memastikan, BPS berupaya mempublikasikan data-data baru yang bermanfaat. Tidak hanya untuk masyarakat luas, juga pemerintah sebagai rujukan sebelum mengambil kebijakan.
Salah satu indikator yang dipertimbangkan BPS untuk dirilis adalah jumlah angka stunting pada anak. Pemerintah menetapkan pencegahan stunting dalam salah satu strategi nasional yang sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) pun tertulis, penurunan angka stunting dapat mencapai 40 persen pada 2025.