Ahad 18 Nov 2018 23:22 WIB

Menyambut Era Baru Pelabuhan Bersistem Digital

Pelindo II terus berinovasi menciptakan layanan di Pelabuhan Tanjung Priok

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (12/11/2018).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (12/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Sebagai negara maritim, salah satu program prioritas Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu dari lima pilar poros maritim dunia adalah komitmen pemerintah mendorong pengembangan konektivitas maritim, meliputi pembangunan tol laut, pelabuhan laut, dan logistik.

Salah satu upaya untuk mewujudkan program pemerintah pusat, sudah diterapkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II atau Indonesia Port Corporation (IPC), khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok. Terobosan demi terobosan dalam melayani pengguna jasa terus diluncurkan. Layanan paling baru yang diluncurkan IPC, yaitu penyediaan fasilitas buffer area atau kantong parkir truk kontainer di Jalan RE Martadinata, yang merupakan lahan eks pabrik Pacific Paint.

Direktur Operasional dan Sistem Informasi IPC, Prasetyadi mengatakan, pihaknya terus mencari solusi guna memperlancar aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Salah satu upaya yang ditempuh, dengan menata lahan parkir untuk truk kontainer. Prasetyadi mengatakan, luas kantong parkir yang tersedia mencapai dua hektare, yang berada di sisi barat kantor IPC. 

Dengan adanya kantong parkir maka truk besar tidak lagi lagi parkir di Jalan RE Martadinata seperti sebelumnya, yang memicu kemacetan parah. "Kami berbenah untuk memperlancar kegiatan bongkar muat. Itu kalau satu kantong parkir menampung 100 truk, yang parkir rata-rata stay dua jam dalam sehari ada 12 kali maka buffer area bisa menampung kurang lebih 1.200 truk," ujar Prasetyadi kepada Republika, belum lama ini.

Republika dua kali menyambangi wilayah Tanjung Priok pada pagi hingga siang hari, tidak didapati lagi truk parkir di pinggir Jalan RE Martadinata. Di sepanjang jalan tersebut, kontainer terus hilir mudik masuk dan meninggalkan area pelabuhan. Terbukti, keputusan manajemen IPC membuat kantong parkir berdampak positif bagi pengguna jasa pelabuhan.

Prasetyadi menambahkan, sopir truk tidak hanya diarahkan untuk parkir di buffer area, melainkan juga bisa melihat langsung antrean bongkar muat barang di terminal yang dituju. Alhasil, sopir bisa mengatur waktu masuk area parkir sehingga waktu menunggu lebih efisien. "Ada sistem yang terpasang dapat memanggil truk ke terminal, jadi tak perlu menunggu lama di dalam. Dengan ketepatan waktu, sopir bisa lebih cepat," kata Prasetyadi.

Menurut dia, sebagai pelabuhan terbesar dan pintu masuk pengiriman barang ke Indonesia, Tanjung Priok terus berbenah. Prasetyadi menuturkan, jumlah buffer area di sisi barat jelas tidak dapat menampung semua kontainer yang beraktivitas di pelabuhan. Karena itu, pihaknya sedang melakukan pembebasan lahan di wilayah Kalibaru, Jakarta Utara, yang akan digunakan untuk kantong parkir tambahan.

Lahan yang dibebaskan mencapai empat hektare, sehingga sehari bisa menampung sampai 2.500 truk. "Di timur lagi dibangun Kalibaru. Nanti truk yang masuk dari terminal sisi barat dan sekarang, terus ke buffer area di timur semuanya tersambung, jadi truk tak perlu keluar jalan raya lagi. Sehingga makin efisien truk hanya melintas di dalam," ucap Prasetyadi.

Dia menambahkan, untuk menciptakan ketertiban alur keluar masuk kendaraan, juga sudah dibuat driver identification data (DID). Dengan adanya sistem terpadu tersebut, angkutan yang dibawa sopir dapat terpantau. Prasetyadi menyatakan, setiap nomor kendaraan, nama perusahaan, dan nama sopir ikut tercatat dalam layar yang selalu diawasi petugas pelabuhan. 

Semua data yang ada dalam sistem IPC, sambung dia, terkoneksi langsung dengan asosiasi perusahaan truk. Sehingga, petugas di lapangan tidak perlu lagi memeriksa sopir satu per satu karena sudah ada database yang dimiliki perusahaan. "Jadi sekarang truk itu punya kartu sendiri untuk persiapan bongkar muat yang dibikin di Tanjung Priok dan semua pelabuhan di bawah IPC," kata Prasetyadi.

Dia menyebut, ujung dari pelayanan yang efektif dan tepat waktu itu berimbas positif bagi pengusaha angkutan truk. Mereka bisa datang ke Pelabuhan Tanjung Priok sesuai jadwal yang sudah tertera dan waktu tunggu yang lebih singkat. Sehingga, pelaku usaha bisa menekan ongkos pengeluaran. "Ini kan sudah kelihatan, daripada parkir di luar dan antrean lama seperti sebelumnya terus mesin menyala lama dan boros BBM, sekarang antre sebentar dan bongkar muat pergi," ujar Prasetyadi.

Dia mengaku, belum ada ada pasti terkait penghematan biaya yang dikeluarkan perusahaan pengiriman ekspedisi atau logistik. Namun, jika dihitung secara kasar sehari ada sekitar 10 ribu truk keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok maka pengusaha bisa mengeluarkan ongkos lebih efisien. Menurut Prasetyadi, semua layanan serba digital dan real time itu muncul karena IPC berkomitmen ingin memasuki era baru pelabuhan.

"Kalau misalnya menunggu saja dua jam di jalan, mesin nyala itu sudah berapa liter yang dihemat kali ribuan truk sehari? Ini secara tak secara langsung membuat pengusaha truk lebih murah mengeluarkan biaya dan pemakai jasa logistik juga bisa turun tarif pembayarannya," kata Prasetyadi.

Terkait dioperasikannya buffer area, sebelumnya IPC telah menerapkan akses pintu masuk otomatis (gate pass system) di seluruh pos gerbang Pelabuhan Tanjung Priok. Penerapan akses tersebut merupakan bagian dari digitalisasi layanan di pelabuhan, yang juga mencakup buffer area.

Prasetyadi mengatakan, IPC menggandeng beberapa bank BUMN yang menyediakan kartu bernama IPC Smart Card untuk dapat digunakan transaksi di gerbang pelabuhan maupun pintu tol. Untuk mendukung layanan itu, sambung dia, juga diikuti pemasangan program Vehicle Information System (VIS) di setiap pintu masuk pelabuhan, yang dapat berfungsi membaca kontainer yang masuk.

Dengan begitu, pengguna jasa pelabuhan bisa semakin mudah dalam memanfaatkan berbagai layanan berbasis digital yang disediakan IPC. "Jadi kartunya dikeluarkan oleh bank yang bekerja sama dengan IPC. Jadi pengemudi truk cukup hanya menggunakan satu kartu saja untuk bepergian masuk tol dan masuk pelabuhan. Kartu ini juga bisa dipakai di pelabuhan di Banten dan pelabuhan di bawah IPC lainnya," kata Prasetyadi.

Belum cukup

Sekretaris DPW Asosiasi Logistis dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI, Adil Karim mengatakan, tersedianya //buffer area// sangat dirasakan sekali oleh pengusaha logistik. Pasalnya, selama ini banyak sekali kontainer yang parkir di jalan karena terbatasnya area di pelabuhan. "Tentunya sekarang untuk ambil dan antar kontainer lebih cepat karena truk sudah stand by di lokasi buffer area dan pasti juga mengurangi kemacetan di jalanan ke dan dari Pelabuhan Priok," kata Adil kepada Republika.

Dia menilai, lahan buffer area yang disediakan Pelindo II masih belum cukup untuk menciptakan iklim dunia usaha yang efektif dan efisien, karena posisinya di area barat pelabuhan. Padahal, kawasan industri yang melakukan bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok, mayoritas berlokasi di sisi timur, misalnya kawasan Bekasi sampai dengan Cikampek. 

"Di kawasan timur industri mencapai 60 persen, seharusnya Pelindo membuat buffer area juga di area timur pelabuhan supaya tak terjadi crossing yang mengakibatkan kemacetan di titik jalan tertentu," terang Adil.

Dia pun memberikan catatan bagi Pelindo II untuk semakin menyempurnakan sistem bongkar muat barang guna mendorong terciptanya iklim kompetitif. Caranya, yaitu dengan menyiapkan buffer area untuk kendaraan yang datang dari timur maupun barat dengan difasilitasi suatu sistem yang namanya Terminal Booking System

Sehingga, fungsi kantong parkir bisa memberi nilai tambah bagi pengusaha truk yang mengirim atau menunggu barang. 

Untuk mewujudkan hal itu, lanjut Adil, setiap kendaraan yang masuk ke dalam Pelabuhan Tanjung Priok harus diatur antreannya agar bisa tepat waktu karena sistemnya terintegrasi dengan terminal-terminal yang ada. "Artinya buffer area dibangun benar-benar untuk kendaraan yang menunggu penyelesaikan dokumen ekspor/impor bukan hanya sekadar tempat parkir truk yang menunggu muatan," kata Adil.

Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan juga mendorong IPC untuk menyediakan kantong parkir di area timur pelabuhan. Dia mengatakan, buffer area di Jalan RE Martadinata cocok digunakan untuk truk yang berasal dari wilayah Tangerang dan Banten, bukan dari arah timur yang melalui Tol Cakung-Cilincing (Cacing). Menurut dia, area kantong parkir di sisi barat tetap membuat kontainer melewati jalur arteri.

Berdasarkan data yang dimilikinya, sekitar 70 persen pergerakan truk yang keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari kawasan industri Jawa Barat. Karena itu, kalau nantinya tersedia kantong parkir di sisi Terminal Peti Kemas (TPK) Koja yang dekat dengan terminal peti kemas ekspor impor, pihaknya meyakini layanan bongkar muat bisa lebih tepat waktu.

“Diharapkan juga diberlakukan sistem TBRC (//truck booking return cargo//) supaya keteraturan lalu lintas truking dari buffer area ke pelabuhan bisa terjaga,” kata Gemilang dalam siaran.

Dikonfirmasi terpisah, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, betapa pentingnya peranan Pelabuhan Tanjung Priok dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia. Budi menerangkan, sebagai pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia, Tanjung Priok harus bisa terus melakukan terobosan dalam mendukung terciptanya bongkar muat barang yang efisien dan tepat waktu.

Budi mengatakan, sekitar 60 persen distribusi logistik negeri ini berasal dari Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk itu, terciptanya layanan yang kompetitif bagi pelaku usaha eksepedisi dan logistik bisa menekan harga barang 20 sampai 30 persen.  “Menurut hemat saya bisa lebih murah 20-30 persen. Kita ingin Priok lebih kompetitif dan bebas pungli," kata Budi.

Melihat berbagai upaya yang ditunjukkan IPC, Budi optimistis biaya ekonomi tinggi di Tanjung Priok dapat ditekan. Salah satu upaya yang ditempuh dengan menghadirkan berbagai layanan digital dan terintegrasi untuk memudahkan pengguna jasa pelabuhan. Kalau hal itu konsisten terus dilakukan maka perekonomian di Indonesia semakin bisa bersaing dengan negara tetangga. Tidak mengherankan, Logistics Performance Index (LPI) Indonesia versi Bank Dunia pada 2018 naik 17 peringkat di urutan ke-46 dari 63 pada tahun sebelumnya.

Inaportnet

Budi melanjutkan, fasilitas terbaru yang bisa dinikmati di Pelabuhan Tanjung Priok adalah sistem Inaportnet yang di dalamnya memuat layanan Delivery Order (DO) Online. Sistem yang diluncurkan pada 29 Juni 2018, itu bisa membuat para pengguna jasa dapat memantau pergerakan kapal dan kontainer, serta pengiriman barang sehingga dapat meningkatkan transparansi pelayanan. Kehadiran layanan berbasis digital itu diyakini semakin memudahkan pengguna jasa dalam mendapatkan informasi barang dan kapal.

Inaportnet merupakan portal elektronik berbasis internet yang mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhan yang standar dalam melayani kapal dan barang dari seluruh instansi pemerintah terkait kepelabuhan, seperti bea cukai, imigrasi, kesehatan, dan karantina. 

Inaportnet memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhan secara cepat, aman, netral, dan mudah sehingga mampu meningkatkan daya saing logistik Indonesia. Budi mengatakan, layanan dalam Inaportnet dapat digunakan untuk ekspor maupun impor barang. "Kita berhasil melakukan efisiensi waktu dan biaya, serta clarity, di mana kita bisa memastikan barang itu di mana, dan bagaimana (kondisinya)," ujar Budi.

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Agus H Purnomo menuturkan, penerapan Inaportnet menunjukkan kesungguhan dan komitmen pemangku kepentingan untuk mewujudkan pelayanan bongkar muat barang di pelabuhan yang cepat, transparan, efektif, dan efisien. "Dan kini, aplikasi Inaportnet 2.0 diterapkan di empat pelabuhan utama dan satu pelabuhan kelas I yang dapat memberikan pelayanan kapal dan monitoring pergerakan kapal dan barang (petikemas) ekspor dan impor," kata Agus. 

Dia menambahkan, dengan penerapan Inaportnet maka pelayanan di pelabuhan menjadi lebih baik dibanding sebelumnya. Misalnya, terjadi percepatan proses lapor kedatangan/keberangkatan kapal dari satu hari menjadi 10 menit, kemudian dalam pengurusan hanya membutuhkan akses internet dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk operasional pengurusan pelayanan kapal ke otoritas pelabuhan, syahbandar, dan terminal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement