REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika
Ainur Rofiq mengenang masa-masa paling tidak mengenakkan menjalani bisnis penjualan produk kerajinan hasil olahan dari kulit, yaitu tas, koper, sepatu, sabuk, hingga dompet. Menurut dia, usaha yang digelutinya sangat suram hingga menuju fase hampir bangkrut lantaran merosotnya penjualan akibat adanya bencana Lumpur Lapindo pada Januari 2006.
"Mulai tahun 2006 sampai 2010 itu, kita ibarat sudah terjatuh tertimpa tangga. Bisnis seolah masuk 'neraka', karena jalan tol terputus dan akses satu-satunya macet luar biasa," kata Rofiq mengisahkan perjalanan usaha para perajin yang tergabung dalam Koperasi Industri Tas dan Koper (Intako) Tanggulangin, kemarin.
Sebagai ketua Intako, Rofiq menjelaskan, anggotanya kini mencapai 276 perajin dari total 400-an pelaku industri kecil menengah (IKM) produk pengolahan kulit di Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Menurut Rofiq, sebelum adanya semburan Lumpur Lapindo, banyak sekali wisatawan yang mengunjungi toko Intako maupun toko pribadi para perajin mandiri.
Namun, setelah akses jalan satu-satunya yang menghubungkan Surabaya-Porong-Malang macet luar biasa, jumlah pengunjung langsung anjlok. "Dulu itu penumpang bus dari Jakarta, Bandung, Semarang, dengan tujuan Bali selalu mampir ke sini, beli tas dan lain-lain buat oleh-oleh karena desainnya baru, setelah Lumpur Lapindo yang memberi efek domino, tidak ada lagi yang ke sini," ujar Rofiq mengingat keterpurukan yang dialami ratusan perajin IKM Tanggulangin.
Kondisi itu diperparah dengan serbuan produk tas dan turunannya buatan Cina yang membanjiri pasaran. Menurut Rofiq, berkurangnya pelanggan tetap hingga sebagian konsumen beralih ke produk Cina, karena harganya murah membuat mayoritas pegiat IKM Tanggulangin sempat putus asa. Mereka sempat ada yang mengurangi hingga menghentikan produksi, lantaran barang jualannya tidak laku.
Namun, angin perubahan mulai bertiup pada 2012 hingga puncaknya pada 2015, ketika jalan akses pengganti Tol Sidoarjo-Pandaan yang terputus, sudah dibuka untuk umum. Mulai saat itu, sedikit demi sedikit pelanggan yang dahulunya kabur, kembali bertransaksi di sentra IKM Tanggulangin. Sebagai ketua Intako, Rofiq melihat tanda-tanda itu sebagai peluang untuk bangkit.
Rofiq bersama pelaku IKM, baik anggota Intako maupun yang mandiri berusaha menangkap peluang dengan berproduksi secara normal seperti pada beberapa tahun sebelumnya. Tidak disangka, para konsumen loyal berduyun-duyun mendatangi Tanggulangin. "Ada yang datang ke sini beli eceran, ada yang juga yang beli massal, tinggal kirim. Alhamdulillah kita akhirnya bisa survive, dan bisa bangkit," ujar Rofiq.
Dia menerangkan, serbuan tas Cina yang membanjiri pasaran juga membuat pelaku IKM Tanggulangin terus berinovasi dalam menghasilkan produk bagus dan berkualitas. Pasalnya, selama ini hasil kerajinan dari Tanggulangin sudah tidak diragukan lagi, baik bahan bakunya hingga mutu produknya. Orang-orang yang sempat berpaling produk Cina, sambung dia, tidak bertahan lama hingga kembali membeli berbagai produk buatan anggota Intako.
"Jadi ketika MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun 2015, kita sudah lebih dulu mengalami dengan hadirnya produk Cina di pasaran. Tapi, kita ambil hikmahnya dan tidak takut, karena produk Cina itu cuma menang good looking bukan good quality," ujar Rofiq.
Berbekal jurus ATM, yaitu amati, tiru, dan modifikasi, Rofiq menuturkan, anggota Intako dan perajin mandiri lainnya terus terpacu untuk menghasilkan produk bagus. Mereka semakin berani berinovasi sehingga model baru yang dikeluarkan digemari dan diserbu pembeli. Dampaknya, pesanan yang masuk, baik dari luar daerah, pulau, bahkan luar negeri, terus mengalir hingga nama IKM Tanggulangin berkibar lagi. Untuk pasar ekspor, kata dia, itu rutin dilakukan setiap bulan, meski jumlah pesanan kadang tidak tetap.
"Anggota Intako bisa ekspor, seperti koper dan tas buat tutup terompet atau saxophone ke Washington. Yang rutin tas pesanan dari Timor Leste, ada pesanan dari Milan yang beli Coca Cola yang ternyata sekarang membuka usaha baru penjualan merchandise, kaus, sepatu, tas, yang itu buatan Tanggulangin," ucap Rofiq.
Tidak hanya itu, dompet kulit hingga sepatu juga sempat dikirim anggota Intako ke Belgia dan Malaysia. Selain itu, beberapa produk juga diekspor ke Jepang berkat rekomendasi Konsultas Jenderal (Konjen) Jepang di Surabaya. Selidik punya selidik, Rofiq akhirnya mendapat jawaban yang sama terkait pembeli luar negeri, yang merasa produk keluaran IKM Tanggulangin tidak diragukan lagi kualitasnya dan harganya terjangkau.
"Kita kirimnya cukup pakai satu dus, tapi rutin. Ini kadang yang tak terpantau media, padahal IKM Tanggulangin bisa menghasilkan produk bagus. Saat ini perputaran uang di semua Tanggulangin sekitar Rp 20 miliar sampai Rp 22 miliar per bulan," kata Rofiq.
Menurut Rofiq, kini para perajin kulit di Tanggulangin semakin kreatif dalam memanfaatkan setiap potensi berkat berbagai pelatihan yang diadakan pemerintah daerah (pemda). Dia menuturkan, baru-baru ini diadakan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diikuti para perajin secara bergilir dalam memanfaatkan limbah kulit. Kalau dahulu, misalnya kulit sisa pembuatan sabuk langsung dibuang, saat ini bisa dimanfaatkan menjadi bros, kalung, gelang, maupun manik-manik.
"Ini bisa memberi nilai tambah bagi perajin dan bisa dipasarkan secara online. Apalagi baru-baru ini ada pelatihan yang diadakan Bukalapak dan Blibi, sehingga setiap produk bisa dipasarkan lebih luas," ujar Rofiq.
Apakah pihaknya berpuas diri? Rofiq menjawab tidak! Dia pun menyambut baik program Rebranding Tanggulangin yang dicanangkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dia menerangkan, sudah seharusnya semua masyarakat di Kecamatan Tanggulangin yang terdiri 19 desa ikut menikmati peningkatkan kesejahteraan ekonomi, bukan hanya terbatas pada perajin kulit apalagi anggota Intako, terkait kedatangan pembeli maupun pengunjung dari luar daerah.
Dengan adanya konsep 3 in 1 untuk menjadikan Tanggulangin sebagai Kawasan Wisata Terpadu, yaitu wisata belanja, budaya dan kuliner, serta edukasi industri bisa membuat semakin banyak wisatawan daerah yang mengunjungi tempatnya. Ketika konsep integrasi dibuat, pengunjung dari luar daerah tak hanya akan membeli produk kerajinan kulit, melainkan juga berkeliling melihat tempat workshop pekerja, sekaligus menikmati menu khas Tanggulangin.
Sehingga, diharap perputaran ekonomi semakin meningkat dan geliat usaha perajin semakin tumbuh. "Sekarang ini kita kesulitan mencari lahan parkir yang representatif, kita ingin ada lahan yang dibebaskan agar wisatawan bisa nyaman datang membawa kendaraan dan berkeliling," kata Rofiq.
Dia mengaku, sudah melaporkan masalah itu kepada Pemkab Sidoarjo, namun sulit merealisasikan bantuan dalam bentuk fisik. Selain itu, pihaknya juga meminta sarana dan prasarana yang masih kurang dapat dibenahi, sehingga orang yang berbelanja sekaligus berwisata merasa punya kenangan setelah meninggalkan Tanggulangin.
Karena itu, Rofiq sangat menantikan dampak program Rebranding Tanggulangin, yang ditargetkan selain memberi bantuan dalam bentuk pelatihan usaha, juga ada pembangunan infrastruktur. Dia menyatakan, siap menangkap setiap peluang, baik nilai ekspor maupun kunjungan wisata ke sentra IKM Tanggulangin, karena memang daerahnya memiliki nilai historis untuk dijual ke masyarakat.
"Kita sambut baik program Kemenperin. Kalau tidak ada bantuan dalam bentuk fisik, kita dibantu saja minta CSR ke perusahaan, karena ini akan semakin menguatkan posisi Tanggulangin dalam pemasaran produk yang sudah terjamin kualitasnya," kata Rofiq.
Di tempat terpisah, Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, Kemenperin menjalin kerja sama dengan Pemkab Sidoarjo dalam program Rebranding Tanggulangin. Program revitalisasi tersebut dilakukan untuk memacu produktivitas dan daya saing dari para perajinyang mayoritas memproduksi barang jadi kulit.
“Dengan dilakukannya revitalisasi ini, diharapkan juga dapat memberikan daya tarik bagi para wisatawan yang mengunjungi sehingga meningkatkan kenyamanan dan perekonomia ndi sentra IKM Tanggulangin,” kata Gati.
Dia menjelaskan, revitalisasi IKM Tanggulangin meliputi sektor industri tas, koper dan keunggulan produk lokal lainnya melalui strategi transformasi fisik, ekonomi, dan kultural. Upaya itu dalam jangka panjang untuk menjadikan sentra IKM Tanggulangin sebagai Kawasan Wisata Terpadu berkonsep 3 in 1, yaitu wisata belanja, budaya dan kuliner, serta edukasi industri.
Adapun revitalisasi fisik yang dilakukan berupa pengembangan sembilan identitas lokal, di antaranya pintu gerbang utama, area pejalan kaki, desain kursi taman, tugu tas, storyboard, dan mural wisata edukasi. Selain itu, juga aada taman budaya dan kuliner, workshop wisata edukasi industri, serta moda transport kawasan wisata.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah optimistis, program revitalisasi dapat meningkatkan kinerja bisnis IKM Tanggulangin serta jumlah kunjungan wisatawanya. Pihaknya mencatat, kunjungan wisatawan dalam negeri pada 2014 sebanyak 104.053 orang, meningkat sampai 135 persen menjadi 244.974 orang pada 2016. “Saat ini, kunjungan wisatawan ke sentra IKM Tanggulangin sudah mulai mengalami peningkatan,” kata Saiful.