REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menilai kebijakan kenaikan tarif ojek daring (ojol) berpotensi menimbulkan tekanan inflasi dari sisi jasa transportasi.
“Menurut kami, kenaikan tarif jasa transportasi memang berpotensi memicu tekanan inflasi,” kata Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, dalam keterangannya, Jumat (4/7/2025).
Anwar menjelaskan, meskipun bukan faktor dominan dalam pembentukan inflasi secara umum, jasa transportasi tetap berkontribusi terhadap inflasi sektoral. Hal ini mengingat kontribusinya terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masih relatif kecil.
Dalam struktur perhitungan inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jasa transportasi daring seperti ojol memiliki porsi kecil dalam kelompok pengeluaran rumah tangga, terutama jika dibandingkan dengan bahan makanan pokok seperti beras, telur, daging, cabai, serta sewa rumah dan pendidikan, yang lebih sensitif dalam memicu inflasi.
“Ojol memang dominan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tetapi di banyak daerah lain transportasi publik konvensional masih mendominasi,” ujarnya.
Mengutip data BPS, inflasi Indonesia pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi tercatat sebesar 1,87 persen. Adapun secara tahun kalender (year-to-date/ytd), inflasi berada di angka 1,38 persen.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dengan andil inflasi 0,13 persen (angka inflasi: 0,46 persen). Diikuti kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang masing-masing memberikan andil inflasi 0,02 persen (angka inflasi: 0,09 persen dan 0,33 persen).
Sementara itu, kelompok transportasi memiliki andil inflasi sebesar 0,01 persen, dengan angka inflasi 0,07 persen. Kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran juga mencatat angka inflasi dan andil yang sama dengan kelompok transportasi pada Juni 2025.