REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA – Terungkapnya dugaan suap oleh pengembang megaproyek perumahan Meikarta di Cikarang, Bekasi, dinilai berpotensi merugikan konsumen yang telanjur mencicil properti tersebut. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak pihak perusahaan bertanggung jawab atas dana yang sudah dikeluarkan konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, manajemen Meikarta wajib memberikan kejelasan proyek tersebut. "YLKI mendesak manajemen Meikarta untuk segera menjelaskan kepada publik terkait keberlanjutan proyek Meikarta tersebut," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Rabu (17/10).
Dia menuturkan, kejelasan tersebut terkait apakah proyek Meikarta akan dilanjutkan atau dihentikan. Sebab, menurut Tulus, operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ikut menyeret Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro menimbulkan kekhawatiran konsumen atas keberlanjutan pembangunan Meikarta.
Tulus menilai, jika proyek Meikarta dihentikan akibat perizinan yang belum atau tidak beres, negara perlu hadir dalam kasus ini. "Ini untuk menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah telanjur melakukan transaksi pembelian," ujar Tulus.
Dia menganggap kasus Meikarta saat ini merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan. Menurut dia, YLKI sejak awal telah memberikan public warning agar masyarakat tidak melakukan transaksi apa pun terkait proyek Meikarta.
Berdasarkan data Bidang Pengaduan YLKI pada 2018, Tulus mengatakan, pengaduan masalah properti menajdi yang paling banyak. Dia mengatakan, 43 persen dari pengaduan properti tersebut melibatkan konsumen Meikarta yang berjumlah 11 kasus.
"Mayoritas pengaduan Meikarta adalah masalah down payment yang tidak bisa ditarik lagi, padahal diiklannya mengatakan refundable. Ditambah lagi masalah model properti yang dipesan tidak ada, padahal iklannya menyebutkan adanya model tersebut," ujar Tulus.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan membuka peluang menjerat Lippo Group selaku korporasi sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta di Kabupaten Bekasi. Saut menegaskan, KPK berkomitmen tidak akan pandang bulu dalam menetapkan korporasi menjadi tersangka jika korporasi itu terbukti terlibat kasus korupsi.
Hukuman pidana pokok terhadap korupsi dalam regulasi itu adalah denda. Kendati demikian, penegak hukum juga dapat menerapkan pidana tambahan yang merentang dari pembekuan kegiatan usaha korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau pengambilalihan korporasi oleh negara.
KPK pada Senin (15/10) malam menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya, di antaranya adalah dua konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Neneng Hasanah dan anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari commitment fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar melalui sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Terkait pengembangan kasus tersebut, penyidik KPK menggeledah kantor PT Lippo Karawaci Tbk, di Menara Matahari, Tangerang, Banten, Rabu. "Tim KPK masih berada di lokasi," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat pesan singkat, Rabu siang. Febri mengatakan belum mengetahui apa saja dokumen yang disita dari penggeledahan tersebut.