REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Urusan Logistik (Bulog) berencana menata proses bisnis dan menerapkan logistik berbasis elektronik atau e-logistic dalam satu atau dua tahun ke depan. Saat ini, sudah ada perbaikan mengarah ke sana, termasuk dengan menggunakan sistem informasi logistik (SIL) yang sudah dibangun Bulog sejak beberapa tahun terakhir.
Kepala Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Bulog Sopran Kennedy mengatakan, pekerjaan rumah Bulog menuju penerapan e-logistic adalah menyatukan semua sistem informasi di Bulog. Baik untuk persediaan, penjualan, pencatatan administrasi dan sebagainya.
"Ketika nanti sudah bisa saling terintegrasi, baru jadi sistem e-logistic dan itu butuh proses panjang," ujarnya ketika ditemui usai Focus Group Discussion Kebijakan Implementasi E-Logistik Menuju Era Industri 4.0 di Jakarta, Rabu (17/10).
Sopran menilai, e-logistic merupakan komponen penting bagi Bulog dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan. Dengan implementasi ini, proses bisnis diyakini dapat berjalan lebih baik dan cepat. Sebab, alur-alur kegiatan yang tidak penting dan mampu menimbulkan biaya besar dapat dipangkas.
Saat ini, Bulog sudah bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia dalam menyediakan data di platform bulir.id. Dalam website tersebut, terlihat jumlah dan sebaran persediaan beras secara keseluruhan. Hanya saja, data ini baru bisa diakses pemangku kepentingan, belum menjadi konsumsi umum.
Sopran memprediksi, dengan penerapan e-logistic, Bulog dapat melakukan efisiensi hingga 75 persen dibanding ketika menggunakan sistem manual. Di samping itu, aplikasi ini mampu mengefektifkan dalam penentuan kebijakan di manajemen Bulog, terutama terkait pemerataan stok. "Kami jadi bisa melihat data di daerah-daerah. Mana yang harus dipenuhi dan mana yang tidak," ucapnya.
Secara jangka panjang, Sopran menambahkan, sistem e-logistic juga mampu memberikan data untuk mengambil keputusan impor. Ketika ada penugasan impor dari pemerintah, Bulog dapat melihat data yang dimiliki dalam satu platform tersebut.
Sementara itu, Ketua Kompartemen Bidang e-commerce DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yan Henry Joewana menilai, perusahaan logistik akan mampu menekan biaya produksi lima hingga 10 persen apabila beralih dari konvensional ke elektronik. Sistem elektronik ini juga dikenal dengan sebutan e-logistic.
Penurunan biaya tersebut salah satunya disebabkan efisiensi sumber daya manusia (SDM) di kantor pusat maupun lapangan. Tapi, Yan memastikan, pengalihan ke elektronik tidak akan mengurangi lapangan kerja. "Sebab, SDM yang tidak digunakan, dapat dialihkan untuk kerjaan yang lebih strategis," ujarnya.