REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menegaskan bahwa kualitas rumah subsidi harus menjadi perhatian utama, bukan sekadar mempertimbangkan ukuran luas tanah dan bangunan. Menurut Ara, rumah dengan luas bangunan 60 meter persegi pun belum tentu memenuhi standar kelayakan huni jika kualitas bangunannya buruk.
Ia menyebut, sejumlah kasus hukum terkait rumah bersubsidi kerap terjadi justru karena pengawasan mutu yang lemah.
"Jadi bagi saya bukan soal ukurannya saja. Tapi juga sebenarnya kualitas pengembangnya dan sebagainya. Itu yang paling penting," ujar Ara saat ditemui di Kantor Kementerian PKP, Jumat (7/6/2025).
Ara menjelaskan bahwa rencana pengurangan luas tanah dan bangunan rumah subsidi masih berada dalam tahap rancangan (draf). Ia menegaskan, pemerintah terbuka terhadap kritik dan masukan dari berbagai pihak.
Ia juga menyatakan, tidak mungkin pemerintah langsung mengambil keputusan tanpa melibatkan diskusi dengan para pemangku kepentingan, termasuk para pengembang perumahan.
"Kita sudah berdiskusi dengan beberapa pengembang. Ada yang pro, ada yang kontra. Dan itu wajar, artinya ruang diskusi terbuka," ucapnya.
Ara menambahkan, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap kebijakan terkait rumah subsidi dibuat melalui proses partisipatif, dengan mempertimbangkan berbagai aspirasi publik.
"Dalam mengambil suatu kebijakan, kita men-sounding-kan ke publik ini drafnya, sehingga ada masukan-masukan. Ya, begitu baru nanti pada waktunya kita mengambil keputusan," tuturnya.
Sebelumnya, dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, pemerintah merancang pengurangan ukuran rumah subsidi. Untuk rumah tapak, luas tanah diatur paling kecil 25 meter persegi dan paling besar 200 meter persegi. Sementara, luas bangunan berkisar antara 18 meter hingga 36 meter persegi.