REPUBLIKA.CO.ID, Sekilas tak ada yang berbeda rumah di Pondok Surya, Karang Tengah, Tangerang ini dengan hunian pada umumnya. Tak ada etalase atau spanduk mencolok yang dipajang seperti halnya sebuah toko. Tak ada pakaian yang digantung atau parkir khusus kendaraan untuk para tamu. Hanya ada satu mobil berwarna perak dan dua unit motor terpakir di garasi rumah.
Tapi siapa menyangka, di dalam rumah beratap hijau ini terdapat bisnis yang berkembang cukup pesat. Bisnis dengan pelanggan dari berbagai daerah di Indonesia hingga luar negeri.
Pemilik rumah itu adalah Faridah Alawiyah. Ia adalah pendiri dari Mamigaya, salah satu pelopor bisnis baju ibu menyusui di dalam negeri. Bisnis berbasis online itu sudah berdiri sejak 2012 dan telah memiliki omzet hingga Rp 200 juta per bulan atau sekitar Rp 2,4 miliar per tahun. "Saya memulai ide bisnis ini ketika saya hamil," tutur Faridah kepada Republika.co.id di kediamannya, belum lama ini.
Waktu itu, cerita Faridah, susah sekali untuk mencari baju hamil dan menyusui yang mengikuti gaya masa kini. Kalaupun ada, harganya cukup mahal dan tak terjangkau oleh semua kalangan. Hal itu yang menjadi inspirasi baginya buat mengawali bisnis pakaian. "Saya memiliki latar belakang di konveksi, saya pikir kalau bisa bikin sendiri pasti bisa jauh lebih murah," tuturnya.
Namun di luar itu, kata Faridah, keinginannya membuka usaha bukan sekadar bisnis semata. Ia merasa punya kewajiban untuk mendukung gerakan pro air susu ibu (ASI). Ia ingin semua anak-anak menikmati ASI, dan tak lagi bergantung kepada susu formula.
Di sisi lain, ibu-ibu juga bisa menyusui dengan nyaman. Mereka tak harus bersusah payah karena pakaian yang ribet. Sang ibu tak perlu nyempil jauh duduk dipojokan untuk menyusui. "Ini tujuan saya, saya ingin membagi rasa kenyamanan. Saya ingin ibu-ibu menyusui anaknya dengan rasa nyaman," kata ibu dua orang anak itu. "Saya ingin bisa memberikan manfaat bagi orang lain."
Faridah mulai membuat desain dan meluncurkan brand dengan nama Mamigaya pada Oktober 2012. Awalnya, ia menawarkan ke teman, tetangga maupun saudaranya sendiri. Sambutannya pun luar biasa. Mereka senang dengan produk yang ia buat.
Faridah tak berhenti di sana. Wanita jebolan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mulai menawarkan lewat media Facebook. Dan lagi-lagi sambutannya cukup hangat. "Dari pada FB hanya buat status, kan bisa juga buat jualan," katanya sambil tersenyum.
Momen penting kebangkitan usahanya terjadi pada 2013 saat ia mengikuti pameran khusus untuk produk ibu hamil dan menyusui di Jakarta Convention Center (JCC). Usai mengikuti pameran tersebut permintaan meningkat cukup tajam. Permintaan tak henti-hentinya masuk, termasuk dari Facebook. Pada 2014, media sosial kian booming. Mamigaya pun mulai memasarkan lewat Instagram. Dan hasilnya cukup baik.
Adapun permintaan terbanyak masih berasal dari wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat (Jabar). Angkanya bisa sekitar 50 persen. Kemudian disusul daerah wilayah Jawa, Bali, Lampung dan Sumatera Selatan. Setelah itu, daerah lain seperti Kalimatan, Sulawesi maupun Sumbar. "Ada juga beberapa dari Papua," ujarnya.
Mantan guru ini mengaku, persaingan di industri pakaian ibu hamil dan menyusui semakin ketat. Kendati begitu, ia tak khawatir karena dari sisi kualitas dan harga masih bersaing. Mamigaya menjual produknya di kisaran antara Rp 58 ribu sampai dengan Rp 189 ribu. "Masih di bawah Rp 200 ribu tuturnya," ujarya.
Mamigaya juga selalu menawarkan model-model terbaru setiap pekan. Saat ini, kata Faridah, ada sekitar 400 varian model yang dimiliki oleh Mamigaya. Varian itu termasuk dengan memadukan motif maupun pola di setiap pakaian. "Untuk varian biasanya saya cari desain fashion yang lagi tren atau jalan-jalan ke mal untuk melihat inspirasi. Dari sana saya menyesuaikannya menjadi pakaian ibu menyusui," ungkapnya.
Strategi lain yakni dengan pengembangan reseller. Para reseller cukup banyak membantu memasarkan produk-produk Mamigaya. Karena itu, setiap ada produk baru, ia selalu mendahulukan reseller sebelum ke ritel. Selain itu, Mamigaya juga tak bosan-bosan memberikan diskon. "Para reseller ini juga suka ngasih masukkan model-model yang sekiranya lagi tren," katanya dengan penuh semangat.
Mamigaya juga memanfaatkan marketplace untuk memasarkan produknya. Strategi ini cukup efektif, mengingat Faridah belum berencana untuk membuka toko offline.
Ia punya target khusus dalam beberapa waktu ke depan. Mamigaya ingin agar pakaiannya bisa lebih banyak diekspor. Dengan begitu, keuntungan dan manfaatnya lebih besar. "Kita sudah punya pengalaman mengirim ke Malaysia, Singapura, Thailand, Hong Kong hingga Abu Dhabi. Kita ingin bisa lebih banyak lagi diekspor," katanya dengan penuh keyakinan.
Di sela-sela wawancara Faridah memperlihatkan ruang khusus untuk menjalankan bisnis online-nya. Ruangan itu ada di sebelah kiri dari ruang tamu. Tampak para pekerja sedang membungkus atau mengepak pesanan yang siap diantar. Sejumlah barang-barang pesanan sudah dijejerkan di lemari besi dan ditata dengan rapih. Ada juga yang masih di bawah dan ada yang dimasukkan dalam bungkusan plastik berwarna putih.
Staf Mamigaya
Jasa pengiriman
Faridah mengakui keberhasilan bisnis pakaiannya tak terlepas dari peran industri jasa pengiriman. Soal jasa ini, Faridah memercayakan ke PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). Ia sudah empat tahun menggunakan jasa JNE dan belum pindah ke lain hati.
Faridah mengaku pernah coba membandingkan dengan menggunakan jasa pengiriman lain. Tapi ternyata ada masalah. Jadi ia tak lagi menggunakannya. "Sampai sekarang masih setia," katanya.
Ia menceritakan awal mula menggunakan JNE. Pada 2014, jelas Faridah, industri bisnis online Mamigaya sedang tumbuh pesat-pesatnya. Kemudian JNE yang juga mulai ekspansi menawarkan jasanya baik lewat telepon maupun datang ke rumah. Mendapat beragam tawaran menarik, Faridah pun memutuskan memakai JNE. "Kita sifatnya kerja sama dan Mamigaya sudah masuk dalam sistem korporat," katanya.
Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan JNE. Pertama, ia tak perlu repot untuk mengantarkan produk pesanan ke kantor jasa pengiriman. Pihak JNE sudah langsung menjemput setiap hari barang-barang yang diantarkan. Kalau menggunakan motor biasa mereka sudah jemput jam 17.00 Dan kalau pesanan banyak sehingga perlu diambil pakai mobil biasanya pukul 20.00.
Untuk daerah Jabodetabek, waktu pengiriman satu hari. Kemudian kalau luar kota seperti di Jawa Tengah atau Jawa Timur bisa memakan waktu dua sampai tiga hari. "Jadi kita gak perlu repot," kata Faridah yang kini sedang cuti dari kerjaannya sebagai pegawai negeri sipil di DPR.
Alasan kedua, ia memilih JNE karena selalu cepat menindaklanjuti jika ada komplain atau permasalahan. Kalau misalkan barang tak sampai atau rusak ada biaya ganti rugi yang dibayarkan. Soal ini ia juga bisa 'nego' langsung dengan pihak JNE. Namun dari 2014-2018, menurutnya, sangat minim terjadi masalah. "Paling hanya sekitar tiga persenan," tuturnya.
Alasan ketiga ia memilih JNE karena mendapat fee atau istilah sekarangnya cashback. Misal jika ada pengiriman 20 juta per bulan, maka ia mendapat keuntungan atau pengembalian dari pengiriman itu sebesar 15 persen. Alasan keempat mengapa ia memilih JNE karena sistemnya sudah tercatat dengan baik. Artinya, ia bisa memantau sampai di mana barang yang dikirim. "Jadi ada di sistem kita bisa melihat dengan cepat," katanya.
Petugas PT. JNE melayani pengguna jasa di kantor pusat JNE, Tomang, Jakarta, Senin (21/3).
Direktur Utama JNE Mohamad Feriadi mengatakan, JNE terus melakukan inovasi dan perbaikan. Apalagi saat ini mulai banyak pesaing dalam industri pengiriman. Kendati, dari sisi pertumbuhan, JNE tidak terlalu terganggu. "Kita selalu lakukan pembenahan baik dari sisi teknologi, infrastruktur maupun sumber daya manusia," ujarnya kepada Republika.co.id.
Feriadi mengungkapkan, pertumbuhan industri JNE masih banyak ditopang oleh sektor ritel dibandingkan korporat. Perbandingannya, sekitar 70 berbanding 30 persen. Pihak JNE pun terus berupaya mendorong pertumbuhan korporat dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan. "Kita kasih beragam keuntungan dari mulai free picking, serta informasi tracking barang bisa melalui website ataupun melalui aps," jelasnya.
JNE juga bekerja sama dengan marketplace yang saat ini sedang tumbuh pesat. JNE memberikan tawaran menarik ke pelanggan yang menggunakan jasa pengiriman mereka. "Kalau kecepatan pengiriman mainly kita lewat udara, yang kita dorong adalah kecepatan informasi. Sudah sampai mana barang mereka, ini yang kita perbaiki lewat teknologi," tuturnya.
Tahun ini, kata ia, pertumbuhan JNE masih berada di kisaran 30-40 persen. Pihak JNE akan terus menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ini lewat beragam inovasi.
Sebelum Republika.co.id pamit, Faridah sempat memperlihatkan tagihan JNE yang tersimpan dengan baik dalam amplop cokelat. Tagihan itu berisi secara detil tentang transaksi pengiriman. Biaya pengiriman dibayarkan per bulan lewat sistem yang disudah disediakan. Ia tinggal log in dan semua bisa selesai dalam sekejap. "Sistemnya mudah kita punya akun loginnya, seperti virtual account," jelasnya.
Karena beragam keuntungan dan kemudahan itu, ia pun belum berencana untuk mengganti dengan jasa pengiriman lain. Hanya saja ia memiliki harapan khusus buat JNE. "Saya sih harapannya cashback lebih diperbesar," katanya sambil tertawa lebar.