REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto membeberkan sejumlah strategi pemerintah untuk mengatasi defisit neraca sektor migas. Menurutnya, ada empat strategi yang dilakukan pemerintah.
Pertama adalah mengenai kebijakan penggunaan campuran biodiesel B20 di setiap SPBU Pertamina, kedua, membeli crude bagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). "Kalau B20 sukses, kita tidak akan mengeluarkan dolar untuk membeli (impor) 'kan, begitu pula bagian KKKS," kata Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (19/9) malam.
Selanjutnya, yang ketiga adalah memaksimalkan penggunaan produk dan jasa dalam negeri (TKDN) dalam setiap pengembangan proyek migas.
Keempat, adalah letter of credit (LC). Semua perusahaan yang akan membeli produk di bidang energi baik itu batu bara, maupun yang lainnya itu harus membayar dengan memakai LC negeri ini, maka Indonesia akan mendapatkan dolar AS.
"Yang buka LC di luar negeri, kita pindahkan ke dalam negeri. Artinya apa? (Kepada) kita akan banyak masuk uang dolar AS," katanya.
Sebelumya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai defisit neraca sektor minyak dan gas bumi pada 2018 lebih baik dibandingkan 2017. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan hingga kuartal kedua 2018, penerimaan negara dari lifting minyak dan gas mencapai 6,57 miliar dolar AS.
Sementara, nilai ekspor migas sampai dengan kuartal kedua 2018 mencapai 5,89 miliar dolar AS dan impor migas 12,73 miliar dolar AS. "Dengan menjumlahkan penerimaan negara dan ekspor, lalu dikurangi impor, maka neraca sektor migas terdapat defisit hanya sebesar 0,27 miliar dolar AS," kata Arcandra.
Sedangkan, untuk perhitungan sepanjang 2017, angka defisit neraca sektor migas tercatat 1,55 miliar dolar AS dengan rincian penerimaan negara 9,92 miliar dolar AS, ekspor 10,8 miliar dolar AS, dan impor 22,27 miliar dolar AS.
"Dengan demikian, secara keseluruhan, angka defisit neraca sektor migas kita pada 2018 lebih baik sedikit dari 2017," tambahnya. Ia juga mengatakan bahwa hingga saat ini minyak bumi masih menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan negara.
Kemenkeu mencatat pada semester satu 2018, minyak bumi telah menyumbang 34 persen dari realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).