REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan pengecualian tarif impor baja sebesar 25 persen terhadap 19 produk baja jenis carbon and alloy dan stainless steel (baja tahan karat). Sebelumnya, Indonesia juga memperoleh pengecualian untuk 142 permohonan produk baja carbon and alloy dengan total volume sebesar lebih dari 6.784 ton dan satu permohonan aluminium sebesar 1.680 ton.
Pengecualian berbasis produk oleh AS ini adalah hasil konkret pascapertemuan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross di Washington DC, AS, pada akhir 23–27 Juli 2018 lalu. Keputusan resminya dirilis Ahad (2/9).
Enggar menjelaskan, selain meyakinkan pemerintah AS, Indonesia juga menggalang dukungan dari sektor bisnis AS, terutama dari para importir produk besi baja dan aluminium Indonesia. "Strategi yang kami gunakan adalah meyakinkan importir AS bahwa Indonesia pantas untuk dikecualikan dari tarif global AS karena produk Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk di AS dan sudah masuk ke dalam rantai nilai global AS," ujar Enggar dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (3/9).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pengecualian ini merupakan hasil konkret dari upaya pemerintah Indonesia yang bersinergi bersama eksportir baja dan aluminium. Kedua pihak bekerja sama untuk memperoleh pengecualian atas pengenaan tarif impor oleh AS sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen produk aluminium.
Oke menuturkan, pengecualian berbasis produk oleh AS belum selesai. Ia mencatat, setidaknya terdapat 12 permohonan pengecualian produk baja Indonesia dengan kuantitas lebih dari 336.688 ton yang belum mendapatkan putusan dari pemerintah AS. "Selain itu, ada juga 276 permohonan pengecualian produk aluminium Indonesia dengan kuantitas lebih dari 367.351 ton," ucapnya.
Setelah ini, pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi intensif dengan AS. Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menjelaskan, upaya pendekatan langsung kepada negara mitra dagang seperti AS ini sangat penting untuk dijaga momentumnya. Khususnya, di tengah kondisi ‘perang dagang’ seperti ini.
Kemendag terus mengimbau eksportir baja dan aluminium Indonesia agar mendorong mitra mereka di AS guna memanfaatkan momentum pascakunjungan kerja Mendag ke AS. "Salah satunya dengan mengajukan pengecualian pada produk mereka," tuturnya.
Berdasarkan BPS, ekspor baja Indonesia ke AS pada Januari–Juni 2018 mencapai 139 juta dolar AS, meningkat 78 persen dari periode sama pada 2017. Sedangkan ekspor aluminium Indonesia ke AS pada Januari–Juni 2018 sebesar 147 juta dolar AS, atau naik 47 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.
Pada 23 Maret 2018, Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor produk baja dan aluminium. Masing-masing menjadi sebesar 25 persen dan 10 persen setelah menerapkan kebijakan tarif nol persen (duty free).
Dasar kenaikan tarif tersebut adalah hasil penyelidikan Kementerian Perdagangan AS (US Department of Commerce) yang dilaksanakan atas mandat Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962. Penyelidikan menemukan adanya ancaman terhadap keamanan nasional dari impor baja dan aluminium ke AS dari seluruh negara di seluruh dunia, kecuali Australia.