REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Bambang Prijambodo mengatakan akan ada pengurangan impor dalam pembangunan. Hal ini akan diterapkan terhadap proyek-proyek yang tidak memiliki nilai ekonomi tinggi.
Bambang memberikan contoh pembangunan di daerah terpencil yang tidak menggerakkan ekonomi meski sudah dibangun dengan biaya tinggi. "Karena di situ tidak ada kegiatan ekonomi, misalnya. Jadi mereka tidak dapat digerakkan dengan jalur infrastruktur," ucapnya ketika ditemui usai acara diskusi di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (7/8).
Bambang menuturkan, maksud dari proyek tersebut adalah proyek kecil yang tidak memiliki dampak ekonomi yang besar. Namun, ia masih enggan untuk memberikan rincian terkait proyek infrastruktur di daerah mana saja yang akan dihentikan.
Bambang menegaskan, impor untuk pembangunan infrastruktur masih akan tetap dilakukan, tapi Bappenas akan melakukan seleksi atau menyortir berdasar kebutuhan. Seleksi diutamakan pada produk dan jasa yang memang memberikan dampak besar ke ekonomi.
Dengan mengurangi impor dalam pembangunan, Bambang berharap stabilitas neraca pembayaran lebih stabil, pun untuk devisanya. "Kita harus bisa mengendalikan untuk proyek yang tidak menghasilkan. Mereka berguna, tapi tidak memberikan hasil dalam jangka pendek," ujarnya.
Menurut Bambang, cara pengurangan impor ini tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi karena proyek yang dipilih hanya berdampak kecil. Selama dia tidak berpengaruh pada hal yang besar, maka efeknya juga tidak akan besar.
Bambang mengakui, memang tidak semua infrastruktur dapat mendorong ekonomi dalam jangka pendek. Sehingga, perlu ada pilihan apakah tetap dipertahankan dengan berbagai masalah jangka pendek yang harus tangani sekarang atau perlu kendalikan impor. "Maka pilihannya impor dibatasi terhadap proyek yang tidak memberikan dampak besar," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi kenaikan impor sepanjang semester pertama 2018 yang menyebabkan neraca perdagangan defisit. Komponen impor tertinggi yang tercatat adalah bahan baku untuk proyek infrastruktur. Di antaranya, besi baja, yang meningkat 39 persen.