Rabu 20 Nov 2024 19:31 WIB

OJK Tegaskan Pemutihan Utang UMKM tak Perlu POJK 

Pemutihan utang diharapkan meringankan beban pelaku UMKM yang terjerat utang macet.

Rep: Eva Rianti  / Red: Gita Amanda
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara dalam acara IOPS Annual Meeting & OECD/IOPS/OJK Global Forum on Private Pension di Bali, Rabu (20/11/2024).
Foto: Eva Rianti/Republika
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara dalam acara IOPS Annual Meeting & OECD/IOPS/OJK Global Forum on Private Pension di Bali, Rabu (20/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan bahwa kebijakan pemutihan utang usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak perlu Peraturan OJK (POJK) lebih lanjut.  

"Sebenarnya enggak perlu POJK, PP (Peraturan Pemerintah) sudah jelas dan PP itu diterbitkan atas dasar pemerintah, UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), ya sudah," kata Mirza usai menghadiri agenda IOPS Annual Meeting & OECD/IOPS/OJK Global Forum on Private Pensions di Bali, Rabu (20/11/2024). 

 

PP yang mengatur hal itu yakni PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM. Beleid tersebut diterbitkan diantaranya agar ada aturan yang lebih jelas dari pemerintah dan himpunan bank milik negara (Himbara), terutama mengenai pendataan yang teliti terhadap UMKM yang mendapatkan penghapusan utang. 

 

Ia lantas menyinggung mengenai penghapusan kredit/ utang di bank swasta, yang disebut sudah biasa dilakukan. "Jadi ini hal biasa dilakukan bank swasta, ini sekarang dilakukan oleh bank BUMN yang sebenarnya ya karena mereka khawatir saja terkait dengan perbedaan interpretasi dengan kawan-kawan di aparat penegak hukum, maka dibuatlah PP, PP sudah terbit, ya sudah," terangnya. 

 

Sebelumnya diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto, resmi menandatangani PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM pada Selasa (5/11/2024). Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban pelaku UMKM yang terjerat utang macet di sektor-sektor penting seperti pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, hingga sektor kreatif seperti mode, kuliner, dan industri kreatif lainnya.

 

Peraturan itu dinilai menjadi solusi untuk membantu UMKM yang telah mengalami kesulitan keuangan, khususnya yang berhubungan dengan utang macet yang sudah berlangsung lebih dari 10 tahun. Nantinya, total nilai utang yang akan dihapuskan mencapai sekitar Rp 10 triliun, yang melibatkan lebih dari satu juta pelaku UMKM.

 

Pihak OJK menilai aturan tersebut sangat penting sebagai implementasi dari UU P2SK, yang memberikan dasar hukum bagi bank-bank milik negara (Himbara) untuk melakukan penghapusan tagihan utang UMKM. Selama ini, bank swasta bisa lebih fleksibel dalam melakukan hapus buku dan tagih, namun bank BUMN perlu kepastian hukum untuk melakukan itu. 

 

Dengan adanya aturan ini, maka bank BUMN mendapatkan kepastian hukum untuk melakukan penghapusan tagihan bagi UMKM yang terdampak, terutama yang sudah lama terjerat utang macet. Namun publik menyoroti potensi timbulnya moral hazard, yang mana debitur yang sebelumnya lancar membayar kredit bisa saja meminta untuk dimasukkan dalam kategori utang macet agar mendapatkan penghapusan.

 

Oleh karena itu, penghapusan utang ini hanya berlaku untuk jumlah kredit yang kecil, terutama yang diberikan kepada petani, nelayan, atau pelaku UMKM yang memiliki utang mikro.

 

Adanya ketentuan itu untuk memastikan kebijakan tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang seharusnya tidak membutuhkan penghapusan utang. Selain itu, penghapusan ini juga hanya berlaku untuk pinjaman yang sudah berlangsung lama, yaitu utang yang muncul sejak 2014 atau sebelumnya. Termasuk juga utang karena faktor seperti bencana alam dan pandemi Covid-19 yang sempat mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement