Selasa 07 Aug 2018 16:54 WIB

Menkeu Ajak Eksportir Atasi Defisit Neraca Perdagangan

Kinerja eskpor pada semester pertama 2018 kalah dibandingkan dengan impor

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta eksportir meningkatkan diversifikasi produk dan pasar. Diversfikasi ini diharapkan bisa memacu kinerja ekspor yang pada semester pertama 2018 kalah dibandingkan dengan impor.

Dengan perbaikan kinerja ekspor, Menkeu berharap tekanan pada nilai tukar rupiah bisa dikendalikan. "Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen (yoy) itu kemudian disertai neraca pembayaran yang defisit. Kita tumbuh tapi impor lebih banyak," kata Sri di hadapan 500 pelaku usaha dalam pertemuan eksportir Indonesia yang digelar Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Selasa (7/8).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyoroti kinerja ekspor yang tumbuh kalah cepat dibandingkan impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan pada semester pertama 2018 defisit 1,02 miliar dolar AS.

Menkeu mengatakan, statistik impor terus mencatatkan pertumbuhan tinggi pada paruh pertama 2018. "Bahkan, di beberapa bulan pertumbuhannya bisa 30 persen. Memang waktu menjelang lebaran beberapa impor melakukan front loading makanya statistik impor melonjak sekali," kata Sri.

Baca juga, Indonesia Surplus Perdagangan dengan AS

Menkeu mengatakan, selain defisit neraca dagang, Indonesia juga menghadapi defisit neraca transaksi berjalan. Dia menyebut, saat ini defisit transaksi berjalan mendekati 2,5 persen terhadap PDB atau sekitar 25 miliar dolar AS.

photo
photo
Neraca Perdagangan Indonesia 2018

"Pelebaran defisit akan terus menyebabkan tekanan pada nilai tukar kita. Negara yang tidak mampu mengumpulkan cadangan devisa dan neraca transaksinya defisit maka nilai tukarnya bisa terus terdepresiasi. Itu teori dasar," kata Menkeu Sri.

Untuk itu, ia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan konkret dengan memberikan insentif fiskal. Hal itu seperti meniadakan pungutan perpajakan pada industri pengolahan barang bertujuan ekspor.

Skema kemudahan fiskal yang telah diberikan di antaranya adalah lewat kawasan berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi peruhsaan industri. Selain itu terdapat Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk suplai bahan baku kepada perusahaan industri.

Sri juga memiinta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tidak hanya fokus pada perusahaan besar yang telah memiliki jalur ekspor dan akses modal yang mapan. "Saya juga minta LPEI untuk terus meningkatkan ekspor dari pengusaha kecil dan menengah dan ini bisa dikombinasikan dengan berbagai program pemerintah lain seperti KUR," kata Sri.

Selain itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi telah menyediakan berbagai fasilitas fiskal guna mendukung kemudahan dan peningkatan ekspor. Heru menyebut, pemanfaatan fasilitas tersebut terus meningkat.

Ia mengatakan, hingga 30 Juni 2018 terdapat 1.396 Kawasan Berikat aktif, 237 Gudang Berikat aktif, 368 perusahaan yang memanfaatkan KITE, 53 lKM memperoleh fasilitas KlTE, serta 57 PLB di berbagai wilayah Indonesia. Selain fasilitas tersebut, masih ada beberapa fasilitas fiskal lain yaitu fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, Kawasan Ekonomi Khusus, Free Trade Zone, serta fasilitas untuk pertambangan minyak gas serta panas bumi.

Tidak hanya menyediakan fasilitas fiskal, DJBC juga terus meningkatkan layanan kemudahan berusaha dengan cara simplifikasi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas KB dan KlTE serta memperoleh Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai, dan dalam melakukan registrasi kepabeanan untuk semakin mendorong peningkatan ekspor.

"DJBC juga telah menggagas perizinan online terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS) yang akan meningkatkan efisiensi waktu dan biaya bagi pelaku usaha," kata Heru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement