REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi akan membaik pada semester kedua 2018. Sri mengatakan, dari sisi produksi, pertumbuhan sektor konstruksi menunjukkan hal positif dengan tumbuh 5,73 persen (yoy) dengan porsi terhadap PDB sebesar 10,17 persen.
Akan tetapi, ia menyebut, industri manufaktur tumbuh lemah yakni sebesar 3,97 persen (yoy). Padahal, industri manufaktur mendominasi struktur PDB sebesar 19,83 persen. "Mungkin karena salah satunya libur panjang di bulan Juni sehingga kegiatannya agak menurun," kata Sri.
Menurut Sri, faktor musiman pertumbuhan konsumsi rumah tangga akibat hari raya, THR, dan libur panjang tidak akan berlanjut pada semester kedua. Meski begitu, ia meyakini hal itu akan terkompensasi lewat pertumbuhan industri manufaktur yang lebih baik.
"Jadi, saya lihat dari sisi kompensasi sektoral untuk industri manufaktur kita harap akan reborn, akan pulih pada kuartal ketiga dan keempat seiring dengan impor bahan baku dan barang modalnya. Dan itu diikuti oleh, seperti yang dikatakan OJK, kredit perbankan sudah double digit di atas 10 persen. Diharapkan PMTB di kuartal ketiga dan keempat akan membaik," kata Sri.
Untuk diketahui, pertumbuhan investasi pada kuartal II 2018 melambat dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), investasi tercatat tumbuh sebesar 5,87 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal II 2017 yang sebesar 5,34 persen (yoy). Kendati demikian, pertumbuhan itu justru melambat jika dibandingkan pertumbuhan investasi pada kuartal I 2018 yang sebesar 7,95 persen (yoy).
"Salah satu yang harus kita waspadai adalah investasi karena tumbuhnya tidak setinggi yang kita bayangkan yakni di bawah 6 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin (6/8).
Selain itu, Menkeu juga menyoroti kinerja ekspor yang kalah dibandingkan impor. Pada kuartal II 2018, ekspor tumbuh 7,7 persen (yoy) dengan porsi terhadap PDB sebesar 20,35 persen. Sementara, impor yang menjadi faktor pengurang justru tumbuh tinggi yakni sebesar 15,17 persen dengan porsi terhadap PDB minus 20,87 persen.
"Artinya, di satu sisi kita lihat impornya untuk bahan baku dan barang modal adalah positif tetapi belum diterjemahkan ke dalam investasi dan juga dalam bentuk ekspor yang baik. Ini menjadi salah satu kajian kita untuk melihat data statistiknya secara lebih detail," kata Sri.