Jumat 03 Aug 2018 08:41 WIB

BPS: Inflasi Terkendali Dipengaruhi Harga Barang

Puncak konsumsi pada Ramadan dan lebaran. Lebaran usai, harga kembali normal

Red: EH Ismail
Pekerja menata telur ayam di salah satu agen sembako di kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (22/7).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menata telur ayam di salah satu agen sembako di kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Dalam rilis tersebut, BPS mengumumkan tingkat inflasi pada Juli 2018 sebesar 0,28 % secara bulanan (month to month) atau 3,18 % persen secara tahunan (year on year). Secara tahun kalender (Januari-Juli), inflasi sebesar 2,18 %.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi tersebut turun dibandingkan posisi bulan lalu sebesar 0,59 %. Inflasi yang terkendali ini disebabkan harga barang kembali normal. “Ini biasa karena puncak konsumsi kita berada di Ramadan dan lebaran. Jadi Lebaran sudah usai dan harga kembali normal,” kata Suhariyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/8).

Ia memaparkan, kenaikan inflasi secara bulanan dipicu oleh peningkatan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Telur ayam ras menjadi komoditas penyumbang terbesar inflasi Juli 2018, disusul oleh daging ayam ras dan bensin.

"Itu komoditas yang mendorong inflasi dari bahan makanan. Namun bahan makanan juga ada yang mengalami deflasi seperti bawang merah 0,05 persen, cabai merah 0,02 persen, daging sapi dan ikan segar juga menahan inflasi dan menyumbang deflasi masing-masing 0,01 persen," ujar dia.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyasa mengatakan, Kementan terus berupaya menjaga pasokan komoditas bahan pangan. Sejumlah komoditas pangan menahan deflasi karena ketersediaan stoknya terjaga.

"Ini menunjukkan hasil dari upaya Kementan menjaga ketersediaan stok sejumlah pangan, sehingga kestabilan harga terjaga dan inflasi pun terkendali", ungkap Kariyasa.

Kariyasa menjelaskan, setelah Lebaran Idul Fitri harga telur ayam sempat tinggi hingga menembus Rp30 ribu per kg. Harga daging ayam juga mengalami kenaikan hingga mencapai Rp40 ribu per kg. Kementan kemudian melakukan operasi pasar (OP) sebagai upaya stabilisasi harga.

"19 Juli Menteri Pertanian Amran Sulaiman melepas 100 ton telur dalam OP telur ayam murah. Dijual seharga  Rp19.500 per kg. Kemudian 28 Juli lalu Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan juga menggelar OP daging ayam beku. Keduanya sukses menurunkan harga," ujarnya.

Bahkan hari ini, Rabu (1/8), Mentan Amran melepas 5.600 ton bawang merah untuk diekspor PT Revi Makmur Sentosa dan PT Aman Buana Putera ke beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.

Komoditas bawang merah menembus pasar internasional, khususnya Asia Tenggara, dimulai sejak Kementan menggenjot produksi. 2014 lalu Indonesia masih impor 74.903 ton bawang merah, lalu turun drastis pada 2015 menjadi 17.428 ton. Adapun pada 2016 pemerintah telah menutup keran impor bawang merah.

"Sejak 2017 Indonesia berhasil membalikkan keadaan dengan mulai mengekspor bawang merah ke beberapa negara tetangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka ekspor bawang merah nasional pada 2017 mencapai 7.750 ton atau naik 93,5 persen dibandingkan pada 2016 yang hanya 736 ton," jelas Kariyasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement