REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah serius untuk menerapkan program penggunaan bauran minyak sawit dalam solar sebesar 20 persen (Biodiesel 20/B20) kepada seluruh kendaraan bermesin diesel di Indonesia. Selain mampu menghemat devisa, pemanfaatan bahan baku lokal tersebut juga bisa mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
“Artinya bahwa CPO (crude palm oil) ini bisa digunakan untuk energi tanpa memberikan tekanan kepada sektor pangan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers, Ahad (22/7).
Menperin menyampaikan, sebelumnya B20 dalam konsumsi solar hanya diwajibkan kepada kendaraan bersubsidi atau public service obligation (PSO) seperti kereta api. Namun nantinya, B20 akan wajib digunakan pada kendaraan non-PSO seperti alat-alat berat di sektor pertambangan, traktor atau ekskavator, termasuk juga diperluas ke kendaraan-kendaraan pribadi.
Cara Pemerintah Stabilkan Nilai Tukar Rupiah
“Untuk itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang hanya mengisyaratkan kewajiban B20 kepada kendaraan PSO,” jelasnya. Dalam pengkajiannya, pihak swasta tentu akan dilibatkan.
Menurut Menteri Airlangga, pasokan biodiesel nonsubsidi jumlahnya lebih besar daripada yang bersubsidi. Jumlah biodiesel nonsubsidi saat ini diproyeksi mencapai 16 juta ton. “Berarti, ada penambahan demand biofuel hingga 3,2 juta ton per tahun. Namun, tahapan teknisnya akan dibahas berapa lama ini bisa dicapai,” kata dia.
Airlangga menambahkan, Indonesia masih mencukupi bahan baku untuk produksi biodiesel, yakni CPO (minyak sawit mentah). “Kapasitas CPO nasional mencapai 38 juta ton pada tahun 2017. Sebanyak 7,21 juta ton di antaranya untuk keperluan ekspor dan kebutuhan pangan nasional sebesar 8,86 juta ton,” ungkapnya.
Adapun rencana pengembangan jangka menengah setelah program B20 ini mandatori dilaksanakan non dan PSO adalah mendorong industri biofuel 100 persen. Menperin menyatakan, sudah ada teknologi untuk biofuel 100 persen, dan teknologi yang sama dengan fuel oil. Sehingga tidak mengganggu kondisi teknis dari kendaraan bermotor ataupun pembangkit dan yang lainnya.
“Jadi, kita beralih dari bio 20 persen ke depannya jangka menengah, waktunya nanti pemerintah tentukan, menuju ke green diesel, 100 persen diesel. Dengan demikian kita menjadi mempunyai daya tahan atau kemandirian,” kata dia.