REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui holding BUMN pertambangan, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), resmi mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (FI). Kendati demikian sejumlah pihak justru menuding langkah pemerintah tersebut justru hanya merupakan pencitraan.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta agar tak ada pihak yang berkomentar miring. Sebab, ia menyebut langkah pemerintah ini merupakan suatu kemajuan yang patut disyukuri setelah proses kesepakatan yang lama dan alot.
"Alot sekali kalau kemajuan Alhamdulillah patut kita syukuri. Jangan malah sudah ada kemajuan jangan dibilang miring-miring," kata Jokowi usai memberikan kuliah umum Akademi Bela Negara Partai Nasdem di Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (16/7).
Sementara itu, Rio Tinto menyebut kesepakatan perjanjian Head of Agreement (HoA) antara PT Inalum (Persero) dengan Freeport McMoran pada Kamis (12/7) tak mengikat. Kesepakatan yang mengikat baru akan diteken sebelum akhir Semester II-2018.
Jokowi pun menyebut, untuk mencapai kesepakatan membutuhkan waktu yang panjang. "Ini kan namanya proses itu mesti pertama-tama harus Head of Agreement (HoA), nanti ditindaklanjuti ke 2-3. Kesepakatan itu perlu saya sampaikan ya ini proses panjang hampir 3,5-4 tahun kita lakukan dan alot sekali," ujar Jokowi.
Karena itu, menurut dia, proses kesepakatan yang telah memasuki perjanjian HoA pun merupakan sebuah kemajuan. "Jangan dipikir itu ketemu baru tandatangan," tambahnya.
Nilai yang disepakati dari divestasi dalam Head of Agreement antara pihak Indonesia dan Freeport McMoran ini sebesar 3,85 miliar dolar AS. Perincian dari 3,85 miliar dolar AS ini, antara lain, adalah Indonesia membeli 3,5 miliar partisipasi interest Rio Tinto terhadap Freeport Indonesia. Selain itu, Indonesia juga membeli 100 persen saham Indocooper sebesar 350 juta dolar AS.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Drajad Wibowo menyampaikan pencitraan atas pengumuman hasil negosiasi dengan Freeport Indonesia (FI), sangat berlebihan. Karena faktanya transaksi ini masih jauh dari tuntas.
"Saya mendukung penuh usaha pemerintah mengambil alih saham mayoritas Freeport. Yang saya kritisi adalah pencitraan dan pembodohan rakyat yang kelewatan," kata Dradjad dalam siaran persnya, Jumat (13/7).