Selasa 10 Jul 2018 06:25 WIB

Jokowi Ingin Kandungan Biodesel Menjadi 30 Persen

Pemerintah akan meningkatkan konsumsi biodiesel sebesar 500 ribu ton per tahun.

Kepala BKPM Thomas Lembong dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers terkait perang dagang Amerika Serikat, di Istana Kepresidenan, Senin (9/7).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala BKPM Thomas Lembong dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers terkait perang dagang Amerika Serikat, di Istana Kepresidenan, Senin (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo meminta penggunaan kandungan bahan bakar biodiesel ditingkatkan menjadi 30 persen. Ini sebagai satu langkah menghadapi tekanan ekonomi global.

"Bapak Presiden menyampaikan untuk dikaji juga penggunaan biodiesel hingga 30 persen," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas membahas tekanan ekonomi global terhadap kurs rupiah dan ekonomi nasional yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (10/7).

Airlangga mengatakan, pemerintah akan meningkatkan konsumsi biodiesel sebesar 500 ribu ton per tahun. Sebagaimana diketahui, salah satu impor yang mengalami peningkatan cukup signifikan yakni dari sisi migas. Impor migas pada Mei 2018 mencapai 2,82 miliar dolar AS atau naik 20,95 persen dibanding April 2018 dan naik 57,17 persen dibanding Mei 2017.

Kenaikan nilai impor ini, disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan meningkatnya harga minyak mentah dunia. Harus diakui, sejak 2004 Indonesia sudah menjadi net impor minyak.

Baca juga, Gubernur BI: Perang Dagang Berdampak Buruk Bagi Dunia.

Selain itu, kata Menperin, dalam rapat juga diminta untuk mengkaji industri-industri nasional bisa meningkatkan utilisasinya seperti kilang minyak di Tuban, Jatim, sehingga bisa lebih banyak memasok kebutuhan petrokimia dan BBM domestik.

Airlangga mengungkapkan rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga membahas upaya untuk memperkuat perekonomian nasional, memberi ketenteraman industri nasional, dan meningkatkan iklim investasi.

"Beberapa catatan dari rapat tadi adalah bagaimana kita bisa meningkatkan ekspor dan juga melakukan optimalisasi terhadap impor, dan juga mengembangkan substitusi impor agar perekonomian semakin kuat," kata Airlangga.

Menperin mengatakan bahwa Presiden sudah menyampaikan untuk melakukan optimalisasi instrumen fiskal, baik berbentuk bea keluar, bea masuk, maupun harmonisasi bea masuk, agar industri mempunyai daya saing dan mampu melakukan ekspor.

Menperin juga mengatakan bahwa upaya pemerintah dalam menghadapi tekanan ekonomi global ini adalah dengan melakukan jaminan terhadap ketersediaan bahan baku dan memberikan insentif-insentif agar ekspor bisa ditingkatkan.

Sementara, terkait investasi, lanjut Menperin, pemerintah akan memberikan insentif untuk melakukan relokasi pabrik, misalnya dari Jawa ke luar Jawa, industri yang sudah padat karya dari wilayah Jawa Barat ke wilayah lain, termasuk Jawa Tengah.

"Pemerintah juga akan memberikan insentif untuk usaha-usaha kecil menengah, terutama di bidang furnitur, misalnya nanti SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu) itu akan dibiayai atau disubsidi oleh pemerintah," jelasnya.

Selain mendorong pengembangan industri substitusi impor, langkah-langkah lain yang ditempuh untuk menghadapi tekanan ekonomi global ini adalah pemberian insentif untuk menggenjot ekspor dan produksi UMKM, penyederhanaan perizinan investasi, hingga memaksimalkan sektor pariwisata untuk mendulang devisa.

Termasuk, lanjutnya, memaksimalkan potensi pariwisata melalui perkembangan bandara dan tarif penerbangan murah (low cost carrier/LCC), mengingat pariwisata merupakan salah satu sektor yang bisa secara cepat digenjot kinerjanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement