Rabu 09 May 2018 00:06 WIB

BI Siapkan Langkah Hadapi Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Indonesia mengalami beberapa tekanan dalam lima tahun terakhir

Rep: Binti Sholikah/ Red: Muhammad Hafil
Rupiah Semakin Tertekan Dolar AS. Petugas menghitung mata uang Dolar AS di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (8/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Rupiah Semakin Tertekan Dolar AS. Petugas menghitung mata uang Dolar AS di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, pihaknya terus menempuh langkah-langkah stabilisasi dalam menghadapi perkembangan nilai tukar rupiah. Tujuannya, untuk menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi.

Langkah-langkah tersebut termasuk terus melanjutkan intervensi di pasar valuta asing secara terukur, stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan mengoptimalkan berbagai instrumen operasi moneter valas dan Rupiah. Termasuk membuka lelang Forex Swapuntuk menjaga ketersediaan likuditas Rupiah dan menstabilkan suku bunga di pasar uang untuk memastikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah terkelola dengan baik.

"Bank Indonesia juga tengah mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas dan akan dilakukan secara konsisten, termasuk melalui penyesuaian suku bunga kebijakan 7-day Reverse Repo Rate dengan lebih meprioritaskan pada stabilisasi, untuk memastikan keyakinan pasar dan kestabilan makro ekonomi nasional tetap terjaga," terang Agus melalui siaran pers, Rabu (9/5) malam.

Agus menjelaskan, pelemahan rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir merupakan dampak dari menguatnya dolar AS secara berskala luas (broadbased) terhadap seluruh mata uang. Hal itu sehubungan dengan semakin solidnya ekonomi AS di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di berbagai kawasan.

Nilai tukar Rupiah secara year to date (ytd) per 8 Mei 2018 melemah 3,44 persen, sedangkan Peso Filipina melemah 3,72 persen, Rupee India 4,76 persen, Real Brasil 6,83 persen, Rubel Rusia 8,93 persen, dan Lira Turki 11,51 persen. Tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara maju lainnya juga besar.

Menurutnya, Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar seperti saat ini dalam lima tahun terakhir sejak bank sentral AS melakukan program tapering off di tahun 2013.

"Bank Indonesia meyakini bahwa Indonesia juga akan berhasil melewati tekanan saat ini dengan baik, dengan perekonomian yang tetap tumbuh berkesinambungan dan stabil," imbuhnya.

Kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia tercermin dari data realisasi pertumbuhan PDB Kuartal IV 2017, serta pertumbuhan PDB Kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut dinilai tetap stabil, kuat, dengan struktur ekonomi yang lebih baik.

"Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2018 merupakan capaian tertinggi di pola musiman kuartal I sejak 2015," ucapnya.

Permintaan domestik yang meningkat pada kuartal I 2018 juga didukung oleh investasi yang naik dan konsumsi swasta yang tetap kuat. Sementara itu, kestabilan inflasi tetap terjaga pada level rendah sesuai target 3,5 persen plus minus 1 persen.

n binti sholikah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement